WONOSARI - Warga Desa Girijati Kecamatan Purwosari menyangkal jika dikatakan menghambat proyek Jalan Lintas Selatan Selatan (JLSS) atau menuntut harga ganti rugi tinggi. Hingga kini belum pernah ada negosiasi harga ganti rugi antara warga dengan Tim Pembebasan Tanah Pemkab Gunungkidul dan Propinsi DIY.
Demikian dikatakan beberapa warga Desa Girijati lewat perwakilannya Sukijan kepada KR Selasa (29/7). "Tidak benar jika kami dikatakan menghambat proyek JLSS, warga meminta untuk diadakan pertemuan guna menentukan harga ganti rugi tanah dan bangunan yang terkena proyek secara layak," katanya.
Diakui, beberapa waktu silam memang pernah ada pertemuan dan sosialisasi antara tim dari Kabupaten Gunungkidul dengan warga yang tanah dan bangunannya terkena JLSS. Namun, dalam pertemuan tersebut belum ada negosiasi harga ganti rugi. "Memang warga pernah melontarkan permintaan harga sebesar Rp 500 ribu permeter persegi, tetapi itu hanya permintaan, belum ada kesepakatan dan tawar menawar," imbuhnya.
Menurut Sukijan, warga tetap merelakan tanah dan bangunannya untuk JLSS, dengan catatan harga ganti ruginya layak. Harga tanah di pinggir jalan di Puncak Girijati ini sudah mencapai Rp 200 ribu permeter persegi, sehingga harga ganti rugi lebih dari itu dianggap wajar.
Di samping itu, karena bangunan yang ada di lokasi Puncak Girijati sebagian besar untuk usaha losmen dan hotel, maka Pemkab Gunungkidul perlu membedakan harga bangunan untuk rumah tinggal dengan tempat usaha. Selain itu untuk usaha tersebut warga juga sudah mengeluarkan biaya pengurusan izin baik izin HO, izin usaha dan izin perhotelan, dengan konsekuensinya membayar pajak. Untuk itu warga sangat berharap Pemkab Gunungkidul memberikan solusi terhadap pengurusan berbagai izin tersebut.
Sementara itu warga Desa Kepek dan Jetis Kecamatan Saptosari dan warga Dusun Trowono B, Desa Karangasem, Kecamatan Paliyan terus mendesak kepada pemerintah untuk segera membayarkan uang ganti rugi tanah dan bangunan yang terkena JLSS. Di samping proyek sudah dimulai, warga juga sudah membongkar bangunan, meskipun dengan mencari pinjaman atau menjual ternak miliknya.
Ketika KR bertandang di Dusun Kepek Desa Kepek, sebagian besar warga yang terkena proyek JLSS sudah membongkar bangunannya. Ada beberapa bangunan yang dibongkar secara gotong royong lantaran si pemilik tidak punya biaya. Warga mengaku harap-harap cemas terhadap waktu pencairan ganti rugi tersebut. Uang ganti rugi sangat dinanti untuk membangun kembali rumahnya yang sudah dibongkar demi proyek JLSS. Saat ini ada beberapa warga terpaksa belum bisa membangun kembali rumah yang seluruhnya terkena JLSS karena masalah biaya.
Beberapa warga Dusun Trowono B Desa Karangasem mengaku beberapa waktu lalu warga pemilik tanah dan bangunan sudah dimintai kesepakatannya tentang ganti rugi tanah dan bangunan, meskipun masih ada yang menolak karena harga bangunan dan tanaman kayu belum sesuai fakta baik ukuran volume dan jumlahnya.
Hingga Selasa (29/7) pihak rekanan masih tetap menghentikan pekerjaan pelebaran dan pengurugan jalan di ruas Kepak-Trowono karena dihentikan warga. Saat ini proyek dialihkan ke Desa Planjan, Kecamatan Saptosari. Meskipun di wilayah ini warga juga sudah mengancam, jika dalam minggu pertama Agustus 2008 ganti rugi tanah dan bangunan belum juga dibayarkan, warga akan menghentikan proyek secara paksa.