Courtesy Suarakomunitas.net
Kisah pelarian Majapahit yang disampaikan pada tulisan pertama, dimana terdapat suatu desa bernama Pongangan yang dihuni sekelompok orang pelarian dari Majapahit, yang dipimpin oleh R. Dewa Katong saudara Raja Brawijaya, juga memiliki keseragaman cerita di beberapa tempat lainnya. Cerita senada juga dapat dijumpai di Dusun Betoro Kidul dan Desa Karangasem Kecamatan Ponjong, dengan tokoh Joko Umbaran dari Majapahit yang juga keturunan Brawijaya. Joko Umbaran ini kemudian memakai nama samaran Betara Katong untuk menghindari kejaran tentara Islam Demak. Kisah mirip juga akan kita temukan di Pantai Ngobaran di mana Prabu Brawijaya, raja terakhir Majapahit, melakukan pati obong (bakar diri) untuk menghindari tentara Islam dan pindah ke Goa Langse dan akhirnya moksa.
Masyarakat di Kecamatan Playen juga memiliki cerita turun temurun. Para Pande Besi yang banyak ditemui di seputaran Playen diyakini adalah keturunan para pande besi Majapahit. Peninggalan fitur terak besi dan bejana dari batu untuk mencelupkan tempaan dapat ditemui di lokasi ini. Tradisi pembacaan silsilah leluhur yang dibacakan tiap Bulan Suro di Desa Gading juga bisa dijadikan tanda pengaruh Majapahit.
Kecamatan Ponjong juga miliki cerita pelarian prajurit Majapahit Wisang Sanjaya dan Yudopati yang membangun bendungan di aliran kali Dawe yang kemudian dirayakan tiap tahunnya dengan Tradisi Cing – Cing Goling.
Cerita turun temurun juga hidup di Kecamatan Paliyan yang terkemas dalam ritual Babad Dalan Sodo yang mengisahkan Ki Ageng Pandanaran yang berguru kepada Ki Ageng Giring keturunan Brawijaya IV yang dipercaya sebagai cikal Kerajaan Mataram.
Namun yang juga harus dicermati adalah adanya banyak peninggalan masa klasik berupa candi dan arca. Ada beberapa situs yang masih terlihat jejaknya hingga kini. Di Kecamatan Playen terdapat situs Candi Plembutan dan Candi Papringan, di Kecamatan Wonosari ditemukan situs candi di Desa Ngawu dan Pulutan, di Kecamatan Paliyan situs candi ditemukan di Desa Giring berupa fragmen kemuncak dan fragmen puncak stupa, di Kecamatan Semanu diketemukan situs candi di Pacarejo dan Arca Nandi dan Ganesha, di Kecamatan Karangmojo situs candi ada di Desa Ngawis dan beberapa penemuan arca di Desa Jatiayu, Desa Wiladeg, Desa Bejiharjo, dan Desa Nglemuru. Di Kecamatan Ngawen juga terdapat situs candi di Desa Watusigar dan Kampung. Di Kecamatan Semin juga dijumpai situs di Desa Candirejo, Desa Bendung dan Desa Sumberejo. Sementara di Kecamatan Ponjong terdapat situs di Desa Genjahan. Namun sayang situs-situs tersebut kini hanya tinggal reruntuhan. Selain karena terbuat dari batu putih yang kemudian dimanfaatkan masyarakat untuk material jalan desa, juga dirusak untuk menghilangkan kesan mistis dan angker.
Melihat beberapa situs yang tersisa, terkesan pengaruh gaya arsitektur klasik tua (Jawa Tengah) lah yang lebih kuat daripada gaya arsitektur Klasik Muda (Jawa Timur). Temuan beberapa arca di Gunungkidul juga tidak menunjukan dari jaman Klasik Muda dimana periodisasi kerajaan Majapahit masuk di dalamnya.
Tertarik untuk mengikuti pencermatan Radekka FM ini? Silakan tunggu tulisan selanjutnya.
Dihimpun dari beragam sumber oleh Radekka FM