LENTERA JIWA
source: http://www.kickandy.com//
Banyak yang bertanya mengapa saya mengundurkan diri sebagai pemimpin
redaksi Metro TV. Memang sulit bagi saya untuk meyakinkan setiap orang
yang bertanya bahwa saya keluar bukan karena pecah kongsi dengan Surya
Paloh, bukan karena sedang marah atau bukan dalam situasi yang tidak
menyenangkan. Mungkin terasa aneh pada posisi yang tinggi, dengan power
yang luar biasa sebagai pimpinan sebuah stasiun televisi berita,
tiba-tiba saya mengundurkan diri.
Dalam perjalanan hidup dan karir, dua kali saya mengambil keputusan
sulit. Pertama, ketika saya tamat STM. Saya tidak mengambil peluang
beasiswa ke IKIP Padang. Saya lebih memilih untuk melanjutkan ke Sekolah
Tinggi Publisistik di Jakarta walau harus menanggung sendiri beban uang
kuliah. Kedua, ya itu tadi, ketika saya memutuskan untuk mengundurkan
diri dari Metro TV.
Dalam satu seminar, Rhenald Khasali, penulis buku Change yang saya
kagumi, sembari bergurau di depan ratusan hadirin mencoba menganalisa
mengapa saya keluar dari Metro TV. Andy ibarat ikan di dalam kolam.
Ikannya terus membesar sehingga kolamnya menjadi kekecilan. Ikan
tersebut terpaksa harus mencari kolam yang lebih besar.
Saya tidak tahu apakah pandangan Rhenald benar. Tapi, jujur saja, sejak
lama saya memang sudah ingin mengundurkan diri dari Metro TV. Persisnya
ketika saya membaca sebuah buku kecil berjudul Who Move My Cheese.Bagi
Anda yang belum baca, buku ini bercerita tentang dua kurcaci. Mereka
hidup dalam sebuah labirin yang sarat dengan keju. Kurcaci yang satu
selalu berpikiran suatu hari kelak keju di tempat mereka tinggal akan
habis. Karena itu, dia selalu menjaga stamina dan kesadarannya agar jika
keju di situ habis, dia dalam kondisi siap mencari keju di tempat lain.
Sebaliknya, kurcaci yang kedua, begitu yakin sampai kiamat pun
persediaan keju tidak akan pernah habis.
Singkat cerita, suatu hari keju habis. Kurcaci pertama mengajak
sahabatnya untuk meninggalkan tempat itu guna mencari keju di tempat
lain. Sang sahabat menolak. Dia yakin keju itu hanya dipindahkan oleh
seseorang dan nanti suatu hari pasti akan dikembalikan. Karena itu tidak
perlu mencari keju di tempat lain. Dia sudah merasa nyaman. Maka dia
memutuskan menunggu terus di tempat itu sampai suatu hari keju yang
hilang akan kembali. Apa yang terjadi, kurcaci itu menunggu dan menunggu
sampai kemudian mati kelaparan. Sedangkan kurcaci yang selalu siap tadi
sudah menemukan labirin lain yang penuh keju. Bahkan jauh lebih banyak
dibandingkan di tempat lama.
Pesan moral buku sederhana itu jelas: jangan sekali-kali kita merasa
nyaman di suatu tempat sehingga lupa mengembangkan diri guna menghadapi
perubahan dan tantangan yang lebih besar. Mereka yang tidak mau berubah,
dan merasa sudah nyaman di suatu posisi, biasanya akan mati digilas waktu.
Setelah membaca buku itu, entah mengapa ada dorongan luar biasa yang
menghentak-hentak di dalam dada. Ada gairah yang luar biasa yang
mendorong saya untuk keluar dari Metro TV. Keluar dari labirin yang
selama ini membuat saya sangat nyaman karena setiap hari keju itu sudah
tersedia di depan mata. Saya juga ingin mengikuti lentera jiwa saya.
Memilih arah sesuai panggilan hati. Saya ingin berdiri sendiri.
Maka ketika mendengar sebuah lagu berjudul Lentera Hati yang dinyanyikan
Nugie, hati saya melonjak-lonjak. Selain syair dan pesan yang ingin
disampaikan Nugie dalam lagunya itu sesuai dengan kata hati saya, sudah
sejak lama saya ingin membagi kerisauan saya kepada banyak orang.
Dalam perjalanan hidup saya, banyak saya jumpai orang-orang yang merasa
tidak bahagia dengan pekerjaan mereka. Bahkan seorang kenalan saya, yang
sudah menduduki posisi puncak di suatu perusahaan asuransi asing,
mengaku tidak bahagia dengan pekerjaannya. Uang dan jabatan ternyata
tidak membuatnya bahagia. Dia merasa lentera jiwanya ada di ajang
pertunjukkan musik. Tetapi dia takut untuk melompat. Takut untuk memulai
dari bawah. Dia merasa tidak siap jika kehidupan ekonominya yang sudah
mapan berantakan. Maka dia menjalani sisa hidupnya dalam dilema itu. Dia
tidak bahagia.
Ketika diminta untuk menjadi pembicara di kampus-kampus, saya juga
menemukan banyak mahasiswa yang tidak happy dengan jurusan yang mereka
tekuni sekarang. Ada yang mengaku waktu itu belum tahu ingin menjadi
apa, ada yang jujur bilang ikut-ikutan pacar (yang belakangan ternyata
putus juga) atau ada yang karena solider pada teman. Tetapi yang paling
banyak mengaku jurusan yang mereka tekuni sekarang -- dan membuat mereka
tidak bahagia -- adalah karena mengikuti keinginan orangtua.
Dalam episode Lentera Jiwa (tayang Jumat 29 dan Minggu 31 Agustus 2008),
kita dapat melihat orang-orang yang berani mengambil keputusan besar
dalam hidup mereka. Ada Bara Patirajawane, anak diplomat dan lulusan
Hubungan Internasional, yang pada satu titik mengambil keputusan drastis
untuk berbelok arah dan menekuni dunia masak memasak. Dia memilih
menjadi koki. Pekerjaan yang sangat dia sukai dan menghantarkannya
sebagai salah satu pemandu acara masak-memasak di televisi dan kini
memiliki restoran sendiri. Saya sangat bahagia dengan apa yang saya
kerjakan saat ini, ujarnya. Padahal, orangtuanya menghendaki Bara
mengikuti jejak sang ayah sebagai dpilomat.
Juga ada Wahyu Aditya yang sangat bahagia dengan pilihan hatinya untuk
menggeluti bidang animasi. Bidang yang menghantarkannya mendapat
beasiswa dari British Council. Kini Adit bahkan membuka sekolah animasi.
Padahal, ayah dan ibunya lebih menghendaki anak tercinta mereka
mengikuti jejak sang ayah sebagai dokter.Simak juga bagaimana Gde Prama
memutuskan meninggalkan posisi puncak sebuah perusahaan jamu dan jabatan
komisaris di beberapa perusahaan. Konsultan manajemen dan penulis buku
ini memilih tinggal di Bali dan bekerja untuk dirinya sendiri sebagai
public speaker.
Pertanyaan yang paling hakiki adalah apa yang kita cari dalam kehidupan
yang singkat ini? Semua orang ingin bahagia. Tetapi banyak yang tidak
tahu bagaimana cara mencapainya.
Karena itu, beruntunglah mereka yang saat ini bekerja di bidang yang
dicintainya. Bidang yang membuat mereka begitu bersemangat, begitu
gembira dalam menikmati hidup. Bagi saya, bekerja itu seperti rekreasi.
Gembira terus. Nggak ada capeknya, ujar Yon Koeswoyo, salah satu
personal Koes Plus, saat bertemu saya di kantor majalah Rolling Stone.
Dalam usianya menjelang 68 tahun, Yon tampak penuh enerji. Dinamis. Tak
heran jika malam itu, saat pementasan Earthfest2008, Yon mampu
melantunkan sepuluh lagu tanpa henti. Sungguh luar biasa. Semua karena
saya mencintai pekerjaan saya. Musik adalah dunia saya. Cinta saya.
Hidup saya, katanya.
Berbahagialah mereka yang menikmati pekerjaannya. Berbahagialah mereka
yang sudah mencapai taraf bekerja adalah berekreasi. Sebab mereka sudah
menemukan lentera jiwa mereka.