, 81 KK Terancam
13/04/2008 05:30:23
NGAWEN - Batu dengan volume kurang lebih 600 meter kubik, panjang 10 meter, lebar dan tebal 8 meter, ambrol dari ketinggian 150 meter dan meluncur sejauh 70 meter, sehingga mengancam sedikitnya 81 Kepala Keluarga dari Dusun Jentir, Desa Sambirejo Kecamatan Ngawen dan warga Desa Buritan, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten.
Batu raksasa itu dari bukit Watu Soko di Dusun Jentir, Desa Sambirejo, Kecamatan Ngawen.
Menurut saksi mata, Margiyono warga Buritan dan Dukuh Jentir Sri Bakti Surono kepada KR di lokasi bencana, ambrolnya batu besar di Bukit Watu Soko terjadi Kamis (10/4) sekitar pukul 21.00. Saat kejadian tidak turun hujan deras namun hanya rintik-rintik. Ketika warga sedang pertemuan RT dikejutkan suara gemuruh seperti suara kapal terbang dari arah bukit. Seketika penduduk di dua wilayah antara Gunungkidul dan Klaten berhamburan keluar, dan sebagian mencari sumber suara tersebut dengan menggunakan alat penerangan seadanya. Namun karena cuaca gelap, penduduk tidak sampai pada lokasi bukit yang ambrol, baru pada pagi harinya penduduk bisa mengetahui batu besar terjun dari atas bukit sejauh 70 meter.
Karena pada bukit Watu Soko dan sekitarnya masih ada bebatuan yang retak-retak dan rawan longsor, maka penduduk di sekitarnya untuk sementara diungsikan ke tempat yang lebih aman. ”Jika terjadi hujan deras dipastikan bukit diatas akan longsor kembali,” kata Sri Bakti Surono.
Camat Ngawen Miksan SH dan salah seorang pejabat dari kantor Kesbanglinmas Johan ketika melihat ke lokasi, minta kepada penduduk yang bermukim diatas bukit Soko agar lebih waspada. Selain batu besar yang sudah ambrol dan kini berada di lereng bukit yang jaraknya dengan pemukiman tinggal sekitar 100 meter bisa turun ke bawah, bukit yang di atasnya juga bisa ambrol kembali.
Bukit Watu Soko 1,3 kilometer sebelah timur Bukit Mundon yang tahun lalu juga retak. Deretan bukit yang membatasi wilayah Gunungkidul dengan Klaten sangat rawan longsor, karena selain bukitnya tegak lurus 90 derajat, bahkan banyak bukit yang condong kearah utara, sehingga sewaktu-waktu bisa ambrol, tambah Miksan.
Penduduk yang bermukim di bawah Bukit Watu Soko yang masuk wilayah Jentir, Desa Sambirejo, Ngawen terdiri 11 KK, meliputi Wido Mulyono, Cipto Rahono, Paimin, Asmo Tinoyo, Darso Semito, Sugiyono, Hadi, Sugeng, Ny Danar dan rumah kosong milik Sunarto dan Pawiro yang ditinggal merantau yang masuk dalam ring satu. Sedangkan penduduk dari Dusun Geneng, Desa Buritan Kecamatan Cawas terdiri dari 70 KK yang terletak dibawah Dusun Jentir masuk Ring Dua. Namun seluruh penduduk di bawah bukit tersebut tetap meningkatkan kewaspadaannya.
Beberapa penduduk di sekitar lokasi menyatakan, dalam kejadian tersebut di pereng bukit terdapat kayu hutan rakyat yang cukup lebat, sehingga menghambat terjunnya batu besar. ”Kalau tak ada pepohonan besar, mungkin banyak rumah roboh,” kata Kepala Dusun I Buritan Suroyo.
Puluhan keluarga di Dukuh Burikan dan Dukuh Geneng Desa Burikan Kecamatan Cawas Klaten juga was-was akan terjadinya runtuhan susulan batu-batu besar dari Bukit Pethuk Desa Sambirejo, Ngawen, Gunungkidul. Sabtu kemarin sejumlah keluarga dari Dukuh Sambirejo kembali mengungsi ke Dukuh Burikan.
Ny Muryani (45) warga Nganjirjentir, Sambirejo, Ngawen, Gunungkidul, yang rumahnya berada paling dekat dengan pusat runtuhan batu, Sabtu sore, sekitar pukul 16.00 baru pulang merumput dari ladang yang berada di sebelah selatan rumahnya. Sampai di rumah cuaca mulai mendung, sekitar pukul 16.30 gerimis turun. Ia mulai bersiap-siap mengajak ketiga anaknya untuk segera mengungsi ke rumah saudaranya di Burikan. Masih takut, di rumah malah tidak bisa tidur, kata Muryani.
Sedangkan Asmotinoyo sore itu sudah tidak berada di rumahnya di Sambirejo. Ia sudah pergi ke rumah anaknya di Burikan. Saat itu ia sedang bersiap-siap akan mandi di sumur samping rumah anaknya. Kalau siang ke rumah, kalau malam tidur di sini (rumah anaknya), kata Asmotinoyo (60).
Lima keluarga di Nganjirjentir, Sambirejo berada tepat di bawah bukit yang ”gempal” tersebut. Yakni keluarga Muryani Widomulyono, Ciptoraharjo, Paimin, Asmo Tinoyo, dan keluarga Darso.
Suroso (30) dan Ny Narti (28) warga Dukuh Burikan, Desa Burikan, Cawas, Klaten mengatakan, Kamis malam saat batu besar itu runtuh, suaranya menggelegar. Warga Burikan yang hanya berbatasan gang kecil dengan Sambirejo panik. Mereka lari tungganglanggang keluar rumah kemudian berjaga-jaga di luar, dan tidak bisa tidur.
Di bawah bukit Pethuk kebanyakan yang tinggal warga Klaten. Di Dukuh Burikan ada sekitar 40 keluarga dan di Geneng juga puluhan. Kalau warga Gunungkidul hanya 5 keluarga, kata Ny Narti.
Bongkahan batu besar yang gempal dari puncak bukit tersebut, meluncur ke bawah dan sebagian pecah, namun batu induk maupun pecahannya sama-sama tertahan di tengah hutan, tersangkut pohon-pohon besar.
Anak-anak dari Dukuh Krangkungan, Burikan yang berada di lokasi bawah juga mengaku mendengar dentuman keras dari runtuhan batu Bukit Pethuk tersebut. Kita tinggal di bawah, tetapi juga terdengar keras sekali, kata Reno, Agus, Topo, Eko dan Sunaryo yang mengantar KR ke puncak bukit. Sedangkan di atas bukit dekat pusat batu yang gempal tersebut dipasang bendera merah, tanda bahaya.