Rinding, Alat Musik Gunungkidul yang Mendunia
Mungkin tak banyak masyarakat yang mengenal alat musik rinding. Melihat bentuknya saja barangkali belum pernah, apalagi mendengarkan suaranya. Tapi siapa sangka, alat musik tradisional ini sudah mendunia. Rindinh adalah sebuah alat musik tiup berbahan dasar bambu berbentuk pipih persegi panjang. Di salah satu ujung sisi lebar, dibentuk pengait yang ditalikan dengan tali kenur. Kemudian dipermukaannya dibuat lubang berbentuk cawang. Lubang inilah yang nantinya akan menghasilkan bunyi. Setidaknya ada dua macam ukuran rinding, yakni 5 x 20 cm dan 4 x 15 cm.
Untuk bisa melahirkan sebuah bunyi dari permukaan bambu dan menimbulkan bunyi tung...tung...tung...harmoni nan merdu, rinding harus dimainkan bersama-sama secara berkelompok. Cara memainkan rinding adalah dengan menempelkan permukaannya di mulut. Tangan kiri memegangi ujung rinding. Untuk bisa menghasilkan bunyi, udara dari rongga mulut harus diembuskan ke rongga rinding seraya tangan kanan mengentak-entakkan tali kenur pengait.
Alat musik ini dipercaya masyarakat sebagai ritual penghormatan kepada Dewi Sri, dewi sahabat petani. Konon, alat musik ini ada sejak zaman kerajaan Majapahit. Kerabat dari kerajaan Majaphit sendiri yang menciptakan alat musik itu.Onggoloco, salah satu anak dari Rara Resmi yang merupakan istri selir Raja Brawijaya yang melarikan diri ke Wonosadi Gunungkidul, yang menciptakan rinding.
Sampai saat ini alat musik rinding masih dilestarikan warga Dusun Sidorejo, Beji, Ngawen, Gunungkidul. Salah satu penggiat seni ini adalah Sudiyo. Tak hanya bermusik, Sudiyo juga memproduksi rinding. Romantisme yang muncul saat memainkan alat musik ini mengundang warga yang lain untuk memainkannya. Tak heran, era 50-an rinding dijadikan media relasi pemuda dan pemudi untuk mendapatkan jodoh.
Rutinitas bermain rinding membuat dusun mereka seakan hidup kembali. aktivitas melestarikannya mencapai puncak pada tahun 2000. Kepiawaian warga dusun Sidorejo didengar oleh Pemkab Gunungkidul. Mereka pun kerap diundang untuk mengisi acara-acara yang digelar pemkab. Lagu yang dimainkan bergama, dari lagu tradisional hingga campursari. Sekitar tahun 2001, Sudiyo dan warga SIdorejo terpilih menjadi duta seni Yogyakarta untuk acara temu budaya tingkat nasional di Ujung Pandang. kelompok ini juga sering diminta mengisi acara-acara kebudayaan yang digelar di Jakarta maupun di luar Jawa.
Sudiyo pun makin sadar untuk memulai regenerasi. Ia melatih anak dan teman-teman sebaya anaknya untuk menggeluti musik rinding. Semangatnya sekain bertambah kala mengetahui rinding masih dicari berbagai kalangan. Banyak mahasiswa dari dalam negeri dan luar negeri yang datang hanya untuk belajar alat musik ini. Bahkan beberapa waktu lalu, ia kedatangan tamu dari Jerman. " Mereka kenal rinding dari salah satu museum yang ada di Jerman. Saya bersyukur, alat musik ini bisa diterima diluar negeri," kata Sudiyo bangga.
Harapan Sudiyo adalah bagaimana alat musik ini bisa dilestarikan turun temurun hingga ke anak cucu. Baginya, peradaban sebuah masyarakat tercermin dari seni tradisi yang dimilikinya. (Henri Saputro/Radar Jogja/11/6)(http://www.gunungkidulkab.go.id)