Di Seluruh Indonesia, Pasca Pengesahan UU BHP; 40 Persen PTS Bakal Tutup
28/12/2008 10:40:15
BANDUNG (KR) - Jika PTS-PTS tidak mampu bertahan menyusul pengesahan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (BHP), maka sekitar 40 persen perguruan tinggi swasta (PTS) di seluruh Indonesia bakal tutup pada 2009.
Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Wilayah IV Jawa Barat dan Banten Didi Turmudzi di Bandung, mengatakan hal itu, Sabtu (27/12). ”Berdasarkan data Aptisi hingga Juli 2007, jumlah anggota Aptisi mencapai 2.761 PTS beserta BHP (yayasannya). Dengan adanya UU BHP, para pengelola perguruan tinggi swasta tidak dapat bantuan dana dari pemerintah, sehingga wajar jika banyak PTS tidak mampu bertahan atau melakukan merger, akuisisi bahkan dilikuidasi.
Mekanisme dunia pendidikan saat ini hampir sama dengan mekanisme pasar, terlebih dengan penerapan UU BHP. Bagi perguruan tinggi swasta yang sudah mapan dan memiliki ‘modal’ yang kuat, UU BHP ini dapat dijadikan tantangan tersendiri. Sebaliknya, bagi pengelola perguruan tinggi swasta yang belum mapan atau bermodal kecil, UU BHP ini dapat jadi ancaman.
Di Yogya setelah pekan lalu para mahasiswa terlibat aksi baku hantam dan kejar-kejaran dengan polisi, Sabtu (27/12) puluhan mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta kembali turun ke jalan. Mereka yang tergabung dalam Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) menggelar unjuk rasa di simpang tiga kampus UIN. Akibat aksi duduk memblokir jalan ini arus lalu lintas menuju kampus UIN dialihkan ke Jalan Solo, sehingga menyebabkan terjadinya kemacetan dan antrean cukup panjang di ruas Jalan Solo hingga beberapa kilometer. Koordinator aksi Zahara mengingatkan, adanya indikasi komersialisasi pendidikan dengan disahkannya UU BHP tersebut. ”Dengan diterbitkan Perpres 76 dan 77 pemodal asing bisa menanam modalnya hingga 49 persen suatu ancaman bagi nasib pendidikan,” katanya saat orasi di simpang tiga kampus UIN, Sabtu (27/12).
Mahasiswa juga menilai dalam UU BHP tak ada kejelasan masalah pendanaan institusi pendidikan yang berbentuk BHP, baik pendidikan menengah maupun tinggi merupakan hal yang krusial. Untuk itu mahasiswa mendesak selain UU BHP dicabut, Perpres 76 dan 77 Tahun 2007 ini juga dicabut. Dalam aksi tersebut mahasiswa terlibat aksi saling dorong beberapa kali dengan aparat kepolisian Polres Sleman.
Mahasiswa berusaha merangsek maju untuk memblokir Jalan Solo seperti aksi terdahulu, namun karena jumlah mahasiswa kalah banyak dengan polisi, mereka hanya berorasi dan melakukan aksi duduk-duduk sebelum akhirnya membubarkan diri.
Di tempat terpisah mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafii Maarif mengimbau pro kontra serta polemik berkepanjangan mengenai pengesahan UU Badan Hukum Pendidikan bisa disikapi secara arif dan tidak tergesa-gesa. Ia lebih sepakat karena UU ini telah disahkan dan sebaiknya dijalankan terlebih dahulu sebelum nantinya dilakukan evaluasi.
”Jalankan dulu saja baru nanti dievaluasi mana yang merugikan rakyat dan mana yang menguntungkan,” kata Prof Syafii usai menghadiri penghormatan terakhir jenazah mantan PR II UGM Prof Mas’ud Machfoed di Balairung UGM, Sabtu (27/12).
Prof Syafii mengaku belum sepenuhnya membaca isi UU BHP itu, namun yang perlu jadi sorotan antara lain ketakutan terjadinya komersialisasi pendidikan di Indonesia pasca disahkannya UU BHP. ”Saat ini yang jadi sorotan masalah komersialisasi pendidikan. Coba itu besok disoroti,” tuturnya. Di sisi lain Syafii juga mendukung upaya judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) bagi mereka yang tak sepakat dengan UU BHP ini. Tapi ia mengimbau agar ketika masuk MK perlu hakim-hakim konstitusi yang benar-benar paham soal dunia pendidikan untuk mengkajinya.
”Masuk MK saya setuju, tetapi besok cari hakim konstitusinya yang paham soal pendidikan. Jangan salah ambil kesimpulan nantinya,” tegas Prof Syafii. (Asp)-z
Sumber:KR