Sebuah
kisah nyata...
Ada seorang ibu rumah tangga yang memiliki 4 anak
laki-laki.
Urusan belanja, cucian, makan, kebersihan & kerapihan
rumah
dapat ditanganinya dengan baik.
Rumah tampak selalu rapih, bersih &
teratur dan suami
serta anak-anaknya sangat menghargai pengabdiannya
itu.
Cuma ada satu masalah, ibu yg pembersih ini sangat tidak
suka
kalau karpet di rumahnya kotor. Ia bisa meledak dan
marah berkepanjangan
hanya gara-gara melihat jejak
sepatu di atas karpet, dan suasana tidak enak
akan
berlangsung seharian. Padahal, dengan 4 anak laki-laki
di rumah, hal
ini mudah sekali terjadi terjadi dan menyiksanya.
Atas saran keluarganya,
ia pergi menemui seorang psikolog
bernama Virginia Satir, dan menceritakan
masalahnya.
Setelah mendengarkan cerita sang ibu dengan penuh
perhatian,
Virginia Satir tersenyum & berkata kepada sang ibu
:
"Ibu harap tutup mata ibu dan bayangkan apa yang akan
saya katakan"
Ibu itu kemudian menutup matanya.
"Bayangkan rumah ibu yang rapih dan
karpet ibu yang
bersih mengembang, tak ternoda, tanpa kotoran, tanpa
jejak
sepatu, bagaimana perasaan ibu?"
Sambil tetap menutup mata, senyum ibu itu
merekah,
mukanya yg murung berubah cerah. Ia tampak senang
dengan bayangan
yang dilihatnya.
Virginia Satir melanjutkan; "Itu artinya tidak
ada
seorangpun di rumah ibu. Tak ada suami, tak ada anak-anak,
tak
terdengar gurau canda dan tawa ceria mereka.
Rumah ibu sepi dan kosong tanpa
orang-orang yang ibu kasihi".
Seketika muka ibu itu berubah keruh, senyumnya
langsung
menghilang, napasnya mengandung isak.
Perasaannya terguncang.
Pikirannya langsung cemas
membayangkan apa yang tengah terjadi pada suami
dan
anak-anaknya.
"Sekarang lihat kembali karpet itu, ibu melihat
jejak sepatu
& kotoran di sana, artinya suami dan anak-anak ibu ada
di
rumah, orang-orang yang ibu cintai ada bersama ibu dan
kehadiran mereka
menghangatkan hati ibu".
Ibu itu mulai tersenyum kembali, ia merasa
nyaman
dengan visualisasi tsb.
"Sekarang bukalah mata ibu" Ibu itu
membuka matanya
"Bagaimana, apakah karpet kotor masih menjadi masalah
buat
ibu?"
Ibu itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
"Aku tahu maksud
anda" ujar sang ibu, "Jika kita melihat
dengan sudut yang tepat, maka hal
yang tampak negatif
dapat dilihat secara positif".
Sejak saat itu,
sang ibu tak pernah lagi mengeluh soal
karpetnya yang kotor, karena setiap
melihat jejak sepatu
disana, ia tahu, keluarga yg dikasihinya ada di
rumah.
Kisah di atas adalah kisah nyata. Virginia Satir adalah
seorang
psikolog terkenal yang mengilhami
Richard Binder & John Adler untuk
menciptakan NLP
(Neurolinguistic Programming) . Dan teknik yang
dipakainya
di atas disebut Reframing, yaitu bagaimana
kita 'membingkai ulang' sudut
pandang kita sehingga
sesuatu yg tadinya negatif dapat menjadi
positif,
salah satu caranya dengan mengubah sudut
pandangnya.
Terlampir beberapa contoh pengubahan sudut pandang
:
Saya BERSYUKUR;
1. Untuk istri yang mengatakan malam ini kita
hanya
makan mie instan, karena itu artinya ia bersamaku bukan
dengan orang
lain
2. Untuk suami yang hanya duduk malas di sofa menonton
TV, karena itu
artinya ia berada di rumah dan bukan di
bar, kafe, atau di tempat
mesum.
3. Untuk anak-anak yang ribut mengeluh tentang banyak hal,
karena
itu artinya mereka di rumah dan tidak jadi anak jalanan
4. Untuk Tagihan
Pajak yang cukup besar, karena itu
artinya saya bekerja dan digaji
tinggi
5. Untuk sampah dan kotoran bekas pesta yang harus
saya bersihkan,
karena itu artinya keluarga kami
dikelilingi banyak teman
6. Untuk pakaian
yang mulai kesempitan, karena itu
artinya saya cukup makan
7. Untuk rasa
lelah, capai dan penat di penghujung hari,
karena itu artinya saya masih
mampu bekerja keras
8. Untuk semua kritik yang saya dengar tentang
pemerintah,
karena itu artinya masih ada kebebasan berpendapat
9. Untuk
bunyi alarm keras jam 5 pagi yg membangunkan saya,
karena itu artinya saya
masih bisa terbangun, masih hidup
10. Untuk dst...