Forum Komunitas Online Gunungkidul |
|
| perempuan jawa | |
|
+6dwikoe jutex maniss Wonosingo Ngali Kidul SAPTO SARDIYANTO madi 10 posters | |
Pengirim | Message |
---|
madi Koordinator
Lokasi : cijantung Reputation : 2 Join date : 24.05.08
| Subyek: perempuan jawa Sat Aug 30, 2008 9:50 am | |
| 3 karakter perempuan Jawa, masih adakah?
Dari masa tumbuh hingga besar di Jawa, ada tiga karakter yang saya tangkap dari umumnya perempuan jawa itu.
1. Tangguh, bekerja keras, pantang menyerah Karakter ini bisa terlhat jelas di pedesaan jawa, sangat banyak (mungkin semua) perempuan jawa bekerja membantu kehidupan keluarga di sawah, rumah sendiri atau rumah orang lain. Parameter bekerja aadalah menghasilkan (earning) dan cukup bisa membagi waktu untuk keluarga. Ketangguhan dan pantang menyerah terhadap tujuan hidup untuk perempuan jawa modern sekarang mungkin bisa dilihat dengan banyaknya yang merantau keluar daerah seorang diri untuk bekerja atau pendidikan.
2. Hemat, tidak matre, mau hidup susah Relatif mementingkan hal yang lebih besar dan jangka panjang daripada penampilan sesaat. Tidak berlebihan dalam bersolek sesuai dengan kondisi sosial-ekonominya, lebih memilih rumah yang cukup daripada memaksakan diri punya mobil, hemat sekaligus siap segala sesuatu yang menyusahkan, serta mau berjuang hidup bersama dengan kondisi pas-pasan.
3. Penurut, setia, lembut Menurut apa kehendak laki-laki (dan memang cenderung inferior atau justru bisa dilihat sebagai bentuk menghargai laki-laki), tidak menuntut, dan lemah lembut (konon apalagi untuk perempuan Solo). Ada ‘kurang baiknya’ juga mungkin, dimana banyak poligami dilakukan oleh laki-laki jawa (hanya kemungkinan melihat statistik minimal 50% penduduk Indonesia adalah Jawa). Ingat Ayam Bakar Wong Solo, kata sebuah sumber penjualannya di sebuah kota di non-jawa) merosot (sekarang tutup?) karena ‘aksi boikot’ yang dilakukan oleh ibu-ibu di kota tersebut. Terlepas dari poligami, disini hanya melihat dari sisi penurutnya.
Tiga hal diatas pun sesuai dengan Ranggawarsita yang terbahas sedikit di sebuah buku tentang 3 watak perempuan yang menjadi pertimbangan laki-laki, yaitu:
Watak Wedi, menyerah, pasrah, jangan suka mencela, membantah atau menolak pembicaraan. Lakukan perintah laki-laki dengan sepenuh hati. Untuk pasangan yang terpisah jarak, seorang teman yang sudah menjadi istri pernah di nasehati untuk selalu patuh dengan kehendak suami, tentu dalam hal yang tidak bertentangan norma. Sudah terpisah jarak dan tidak setiap hari bertemu, masa harus disertai perselisihan yang tidak pokok.
Watak Gemi, tidak boros akan nafkah yang diberikan. Banyak sedikit harus diterima dengan syukur. Menyimpan rahasia suami, tidak banyak berbicara yang tidak bermanfaat. Lebih lengkap lagi ada sebuah ungkapan, gemi nastiti ngati-ati. Kurang lebih artinya sama dengan penjelasan gemi diatas. Siapa laki-laki yang tidak mau mempunyai pasangan yang gemi?
Watak Gemati, penuh kasih. Menjaga apa yang disenangi suami lengkap dengan alat-alat kesenangannya seperti menyediakan makanan, minuman, serta segala tindakan. Mungkin karena hal ini, banyak perempuan jawa relatif bisa memasak. Betul semua bisa beli dan cepat atau pembantu, apalagi untuk perempuan kerja zaman sekarang, tapi tetap masakan sendiri yang tidak tiap hari adalah sebuah bentuk kasih sayang seorang perempuan di rumah untuk suami (keluarga).
Tiga karakter yang baik dan sebenarnya tidak hanya bagus untuk dilekatkan dengan perempuan Jawa. Karena setiap laki-laki rasa-rasanya akan menyenangi karakter-karakter diatas. Dan di era ini, bukan asal (suku) yang jadi masalah tapi karakter tersebut. Karena pun harus diakui tidak semua perempuan jawa mempunyai semua karakter diatas. Berkaitan dengan hal itu, saya sempat menemukan sebuah syair bagus yang dibuat oleh seorang perempuan jawa zaman ini untuk merepresentasikan kondisi tersebut (namun maaf, saya lupa dari mana sumber penulisnya). Jadi sekarang, semua kembali pada kita.
wanita Jawa itu, ngerti. tata-krama.. unggah-ungguh, lemah lembut, pemalu, pantang menyerah, pembaharu, dan setia .katakanlah bahwa aku juga seorang wanita jawa
APAKAH AKU SEORANG WANITA JAWA ???????????????????
Terakhir diubah oleh madiorg tanggal Sat Aug 30, 2008 11:07 am, total 5 kali diubah | |
| | | madi Koordinator
Lokasi : cijantung Reputation : 2 Join date : 24.05.08
| Subyek: Re: perempuan jawa Sat Aug 30, 2008 9:56 am | |
| Perempuan dalam cinta
Mengerikan, mengerikan benar perempuan itu Mereka tak pernah bisa percaya, Mereka tak biasa jujur, Sekalipun pada diri sendiri ... -puisi ‘panas’ yang sudah di klarifikasi-
*** Bagi laki-laki, cinta hampir selalu identik dengan perempuan. Karena dunia yang didominasi cara pandang laki-laki, maka berbicara cinta dari paradigma perempuan pun jarang ada. Hal itu yang kemudian memunculkan pertanyaan, bagaimana perempuan memandang cinta?
Dalam khasanah indonesia, kedudukan cinta perempuan sebagian besar tidaklah istimewa. Kecuali di daerah-daerah tertentu, perempuan selalu menjadi ‘obyek’. Yang dipilih, yang dipinang, yang dilamar, yang diperebutkan atau yang tidak bisa menolak untuk dijodohkan.
Kartini, sosok emansipasi pun tidak lepas dari perlakuan umum terhadap perempuan. Dinikahi oleh Bupati Rembang sebagai istri kesekian, adalah bentuk dari pasrah kartini sekaligus sosok perempuan umumnya kala itu. Kartini lebih beruntung, karena untuk yang berasal dari keluarga bukan ningrat maka perempuan pun hanya ‘dinikahi’ bangsawan untuk melahirkan anak lalu dikembalikan kepada orang tuanya.
Seiring dengan perkembangan zaman, gaya feodal terhadap perempuan pun jauh berkurang. Perempuan mengenyam pendidikan sama halnya laki-laki. Dunia perempuan makin diakui, sebagai partner dari laki-laki bukan pelengkap saja. Intinya dalam kehidupan sekarang, kesempatan pada umumnya sama antara laki-laki dan perempuan. Tentu saja tidak melupakan peran masing-masing dalam kehidupan domestik keluarga. Walaupun dalam kaitan dengan keluarga, banyak perempuan yang akhirnya berada di ‘persimpangan’, memilih antara keluarga atau aktivitasnya.
Jika ‘kesetaraan’ perempuan sudah berada dalam porsi yang cukup ideal dengan kebebasan untuk memilih, lalu bagaimana dengan cinta? Apakah benar bahwa perempuan merdeka dalam menentukan cinta nya?
Pertanyaan diatas dilandasi atas dasar sederhana bahwa selama ini muncul kesan bahwa perempuan cenderung tertutup, diam-diam, tidak berani mengungkapkan (baik lisan atau tindakan) perasaan cinta atau simpatiknya terhadap seseorang. Berbeda dengan laki-laki, yang cenderung lebih ‘ofensif’ dalam mengungkapan perasaannya. Mungkin juga karena secara fitrah nya, hati peremuan sensitif nan lembut sehingga cenderung hat-hati (defensif).
Sikap memandam rasa itu wajar karena lebih menyakitkan bagi perempuan ketika cintanya ditolak daripada laki-laki. Bagi laki-laki, cinta ditolak ibarat tamparan yang berujung pada pembuktian bahwa dirinya bisa mendapatkan yang lain. Sedangkan perempuan, konon tidak sesimpel itu. Sakit hati karena ditolak. Merasa sudah jauh melangkah memberanikan diri, dan ditolak. Malu serasa mengguyur tubuh. Seolah tidak bisa mundur. Dan parahnya, hancur.
Dan terdapat kesan bahwa perempuan yang baik, adalah yang mempersiapkan diri untuk menyambut pangeran datang. Bersiap sebaik-baiknya untuk menunggu hingga waktu tiba. Usaha yang dilakukan adalah mempersiapkan diri, dan berdoa. Dan jika nantinya sudah di ‘ambang waktu’, maka tibalah saat ujian kesabaran.
Tapi semuanya tak bisa di generalisasi, toh apa yang dipertontonkan dalam kisah kehidupan tentang perasaan perempuan tidak serta menjadi dalih bahwa begitulah perempuan apa adanya. Kondisi tersebut memang umumnya yang terjadi sekarang, namun bukan berati hal tersebut menjadi kondisi yang seharusnya.
Sejenak ketika melihat sosok Khadijah, Ibu dari semua muslim, bahwa apa yang dilakukan Kahdijah saat menikah dengan Muhammad adalah mengajukan lamaran alias mengungkapkan perasaannya. Namun bukan berarti Khadijah tanpa perhitungan, karena memalui sosok pamannya, Khadijah sudah mendapatkan keterangan bahwa Muhammad dalam kondisi bisa di ajak menikah. Dalam hal ini, Khadijah tetap menjaga kehormatan seorang perempuan.
Jadi mendalihkan apa yang terjadi pada cinta perempuan sekarang pada agama (Islam) bukanlah alasan yang berdasar. Satu-satunya alasan yang mungkin sekarang adalah dari sosok perempuan itu sendiri.
Suatu hari saya pernah bediskusi dengan teman tentang posisi perempuan dalam memperjuangkan cinta. Seperti yang lumrah kita ketahui, banyak terjadi laki-laki yang ‘berjuang’ (baca: ofensif) dalam mencari cintanya. Lalu perempuan, bagaimana bentuk perjuangan cintanya?
Teman saya waktu itu menjawab bahwa bentuk perjuangan cinta perempuan adalah pergolakan batinnya untuk menerima sosok laki-laki tersebut, dan membawanya ke pihak keluarga. Namun saya mengelak, bukanlah laki-laki pun secara substansi juga berdamai dengan perasaan lalu juga keluarganya? Baiklah, memang pertimbangan perasaan yang digunakan laki-laki tidaklah sedominan seperti perempuan. Karena laki-laki sebagian besar melihat dari apa yang tercitrakan.
Kembali lagi tentang perjuangan cinta perempuan, apakah demikianlah adanya dimana perempuan harus menjaga hati, menutup perasaannya dalam-dalam dan ketika sosok laki-laki itu datang maka barulah perjuangan cinta perempuan dimulai.
Kenapa tidak perempuan juga memperjuangkan cinta nya itu. Pastinya, dengan tetap menjaga kehormatan seperti yang diteladankan Khadijah. Jika selama ini misalnya, perempuan cenderung bisa berharap terhadap seseorang namun tak kunjung datang seseorang tersebut, tidak kah lebih baik jika melalui perantara mencari kemungkinan memulai hubungan dengan yang bersangkutan lebih serius? Ringkas, tidak ribet dan tidak lama berharap cemas. Daripada hanya berharap, dan berharap. Lalu pada akhir kesedihan, melihat dia memilih yang lain.
Jadi tetap kembali ke perempuan sendiri, bagaimana mereka mendefinisikan perjuangan cinta nya. Perempuan lah yang memilih, dan memang harus memilih. Jangan sampai awalnya berharap romantis, lama kelamaan dramatis, lalu akhirnya menjadi ironis.
Sudahlah, saya tidak bisa merasakan bagaimana perempuan dalam mencinta. Tapi saya percaya bahwa perempuan yang jujur dan menjaga kehormatan selalu bernilai lebih. Itu saja.
Selamat memaknai Hari Kartini.. Labels: Opini, Perempuan posted by trian h.a @ 3:51 AM 12 comments
| |
| | | madi Koordinator
Lokasi : cijantung Reputation : 2 Join date : 24.05.08
| Subyek: Re: perempuan jawa Sat Aug 30, 2008 9:59 am | |
| Memasak itu seperti membaca
Banyak yang menanggapi dengan adanya fenomena ibu-ibu zaman sekarang. Bisa memasak memang bukan syarat menjadi istri, tapi syarat menjadi koki. Memasak dan membeli makanan pun bisa dipandang dengan analisis ekonomi, mana yang lebih untung dilakukan dengan usaha yang sedikit. Maka membeli makanan dalam keseharian keluarga kecil lebih hemat daripada memasak sendiri.
Semua logika diatas benar adanya. Namun ada pendapat yang sangat humanis, saat seorang ibu mendengar dari anaknya sendiri bahwa masakan ibunya enak. Maka segala ‘jerih payah’ memasak pun menjadi hilang.
Dalam keluarga, memasak sebenarnya merupakan keahlian dasar. Sama halnya dengan membaca (dan berhitung), maka memasak sama halnya dengan keterampilan untuk memenuhi kebutuhan yang dasar. Karena kebutuhan dasar manusia salah satunya adalah makan (kebutuhan paling dasar?), maka usaha pemenuhan kebutuhan itupun menjadi fundamental.
Mari membayangkan sebuah analogi berikut. Jika seseorang tersesat di tengah hutan, maka keterampilan dasar yang dibutuhkan adalah membaca situasi, petunjuk jalan, atau arah angin. Membaca, itu kata kuncinya. Lalu jika semua usaha membeli makanan diluar jadi tidak ada alias tutup, maka keterampilan dasar bagi sebuah keluarga adalah memasak untuk mencegah kelaparan.
Jadi, memasak itu seperti membaca sebagai keterampilan dasar yang seharusnya dimiliki oleh semua manusia (terutama kaum hawa). Ya, semua manusia karena kebutuhan makan itu menyangkut semua manusia.
Kemampuan memasak dalam sebuah keluarga juga penting untuk memantau asupan gizi yang diberikan kepada keluarga. Kita tidak pernah bisa pasti melihat semua makanan di luar sehat dari bahan, pemasakan dan cara penyajian. Tapi jika dilakukan sendiri, pemantauan itu dalam kontrol. Hal ini sangat penting misalnya saat-saat masa pertumbuhan anak dalam keluarga tersebut.
Dalam sebuah survei kasar, saya amati bahwa kemampuan memasak perempuan dewasa (baca: mahasiswi) zaman sekarang jauh menurun. Kesibukan aktivitas, kuliah dan bermain. Semua memang bisa dibeli saat ini, tapi dengan analogi dan pertimbangan diatas, maka kemampuan memasak tetap penting adanya. Dalam potret keluarga di luar negeri pun, selalu ditampilkan suasana makan bersama di keluarga dengan masakan rumah.
Tidak perlu mengernyitkan dahi karena memasak makanan yang rumit ala hotel bintang lima. Saya tidak ahli dalam menentukan kemampuan memasak apa yang sebaiknya minimal dimiliki. Setidaknya, dengan analogi tidak bisa membeli diluar diatas, maka masakan dasar pun tak jadi soal asal berasa, sehat dan pastinya enak.
Ini bukan pemaksaan kehendak bahwa semuanya harus bisa memasak. Memang ada bakat, tapi tetap lebih besar pengaruh niat (betul kan?). Sibuk bekerja sehingga membeli makanan diluar, atau menggunakan tenaga ‘juru masak’ tak jadi soal asalkan proporsional, dan tidak berarti tidak butuh kemampuan memasak sesuai uraian diatas. Sekali lagi ini kembali tentang niat.
Dan buat kaum adam sendiri, tentu akan lebih bahagia jika punya (calon) istri yang bisa memasak. Akhirnya, selamat belajar memasak. :) label : perempuan
Terakhir diubah oleh madiorg tanggal Sat Aug 30, 2008 3:02 pm, total 1 kali diubah | |
| | | madi Koordinator
Lokasi : cijantung Reputation : 2 Join date : 24.05.08
| Subyek: Re: perempuan jawa Sat Aug 30, 2008 10:06 am | |
| Ibu-ibu zaman sekarang
Pagi ini sarapan di warung dekat kontrakan. sembari melahap dengan menahan rasa, karena badan yang kurang sehat. terdengar singkat dua ibu masuk ke warung untuk membeli makanan.Awalnya wajar saja, mereka membeli beberapa lauk dan nasi. tapi kemudian salah satu ibu itu menyela,"enakan beli gini bu ya, daripada masak sedikit dan cape," kata ibu pertama "iya bu, saya juga suka beli daripada masak sendiri," timpal ibu kedua Karena perhatian sudah diarahkan ke pembicaraan dua ibu tersebut, maka sebentar melihat bahwa salah satunya membayar lauk dan nasi yang dibelinya sejumlah 15 ribu. dalam hati kemudian berpikir, memang masuk akal kalau 'hanya' 15 ribu dibandingkan cape jika masak sendiri. Tapi kemudian berpikir, jam sepagi ini (sekitar jam 8) dan ibu ini tidak dalam kondisi berangkat kerja (terlihatnya ibu rumah tangga biasa), apa yang dilakukan lagi kalau makanan beli terus tidak masak lagi??Ok, untuk perempuan yang punya aktivitas fenomena 'membeli makanan' diatas sudah jamak dan hal yang wajar. tapi bagaimana dengan dua ibu rumah tangga ini, atau banyak ibu-ibu lain yang berpikiran sama seperti itu.Jadi bagaimana menurut anda fenomena ini, dari kacamata laki-laki atau perempuan sendiri?label :kelurrga,perempuan,jawa
Terakhir diubah oleh madiorg tanggal Sat Aug 30, 2008 3:05 pm, total 1 kali diubah | |
| | | madi Koordinator
Lokasi : cijantung Reputation : 2 Join date : 24.05.08
| Subyek: Re: perempuan jawa Sat Aug 30, 2008 10:15 am | |
| 3 karakter perempuan Jawa, masih adakah?
Dari masa tumbuh hingga besar di Jawa, ada tiga karakter yang saya tangkap dari umumnya perempuan jawa itu. 1. Tangguh, bekerja keras, pantang menyerahKarakter ini bisa terlhat jelas di pedesaan jawa, sangat banyak (mungkin semua) perempuan jawa bekerja membantu kehidupan keluarga di sawah, rumah sendiri atau rumah orang lain. Parameter bekerja aadalah menghasilkan (earning) dan cukup bisa membagi waktu untuk keluarga. Ketangguhan dan pantang menyerah terhadap tujuan hidup untuk perempuan jawa modern sekarang mungkin bisa dilihat dengan banyaknya yang merantau keluar daerah seorang diri untuk bekerja atau pendidikan. 2. Hemat, tidak matre, mau hidup susahRelatif mementingkan hal yang lebih besar dan jangka panjang daripada penampilan sesaat. Tidak berlebihan dalam bersolek sesuai dengan kondisi sosial-ekonominya, lebih memilih rumah yang cukup daripada memaksakan diri punya mobil, hemat sekaligus siap segala sesuatu yang menyusahkan, serta mau berjuang hidup bersama dengan kondisi pas-pasan.3. Penurut, setia, lembutMenurut apa kehendak laki-laki (dan memang cenderung inferior atau justru bisa dilihat sebagai bentuk menghargai laki-laki), tidak menuntut, dan lemah lembut (konon apalagi untuk perempuan Solo). Ada ‘kurang baiknya’ juga mungkin, dimana banyak poligami dilakukan oleh laki-laki jawa (hanya kemungkinan melihat statistik minimal 50% penduduk Indonesia adalah Jawa). Ingat Ayam Bakar Wong Solo, kata sebuah sumber penjualannya di sebuah kota di non-jawa) merosot (sekarang tutup?) karena ‘aksi boikot’ yang dilakukan oleh ibu-ibu di kota tersebut. Terlepas dari poligami, disini hanya melihat dari sisi penurutnya. Tiga hal diatas pun sesuai dengan Ranggawarsita yang terbahas sedikit di sebuah buku tentang 3 watak perempuan yang menjadi pertimbangan laki-laki, yaitu:Watak Wedi, menyerah, pasrah, jangan suka mencela, membantah atau menolak pembicaraan. Lakukan perintah laki-laki dengan sepenuh hati. Untuk pasangan yang terpisah jarak, seorang teman yang sudah menjadi istri pernah di nasehati untuk selalu patuh dengan kehendak suami, tentu dalam hal yang tidak bertentangan norma. Sudah terpisah jarak dan tidak setiap hari bertemu, masa harus disertai perselisihan yang tidak pokok. Watak Gemi, tidak boros akan nafkah yang diberikan. Banyak sedikit harus diterima dengan syukur. Menyimpan rahasia suami, tidak banyak berbicara yang tidak bermanfaat. Lebih lengkap lagi ada sebuah ungkapan, gemi nastiti ngati-ati. Kurang lebih artinya sama dengan penjelasan gemi diatas. Siapa laki-laki yang tidak mau mempunyai pasangan yang gemi?Watak Gemati, penuh kasih. Menjaga apa yang disenangi suami lengkap dengan alat-alat kesenangannya seperti menyediakan makanan, minuman, serta segala tindakan. Mungkin karena hal ini, banyak perempuan jawa relatif bisa memasak. Betul semua bisa beli dan cepat atau pembantu, apalagi untuk perempuan kerja zaman sekarang, tapi tetap masakan sendiri yang tidak tiap hari adalah sebuah bentuk kasih sayang seorang perempuan di rumah untuk suami (keluarga).Tiga karakter yang baik dan sebenarnya tidak hanya bagus untuk dilekatkan dengan perempuan Jawa. Karena setiap laki-laki rasa-rasanya akan menyenangi karakter-karakter diatas. Dan di era ini, bukan asal (suku) yang jadi masalah tapi karakter tersebut. Karena pun harus diakui tidak semua perempuan jawa mempunyai semua karakter diatas. Berkaitan dengan hal itu, saya sempat menemukan sebuah syair bagus yang dibuat oleh seorang perempuan jawa zaman ini untuk merepresentasikan kondisi tersebut (namun maaf, saya lupa dari mana sumber penulisnya). Jadi sekarang, semua kembali pada kita. wanita Jawa itu, ngerti tata-krama.. unggah-ungguh, lemah lembut, pemalu, pantang menyerah, pembaharu, dan setia katakan aku juga seorang wanita jawa
label: 3an.blokspotspot.com
Terakhir diubah oleh madiorg tanggal Sat Aug 30, 2008 3:08 pm, total 1 kali diubah | |
| | | madi Koordinator
Lokasi : cijantung Reputation : 2 Join date : 24.05.08
| Subyek: Re: perempuan jawa Sat Aug 30, 2008 10:23 am | |
|
KARTINI
Pramoedya Ananta Toer, melihat banyaknya buku yang lahir darinya, maka buku tentang Kartini buah tangannya ini membuat ketertarikan tersendiri, karena Pram biasa (lebih) dekat dengan roman, atau novel. Sedangkan buku ini, tertulis jelas diatasnya: Biografi. Judulnya pun menarik, Panggil Aku Kartini Saja. Diambil dari sebuah kalimat surat yang dikirimkan Kartini, 25 Mei 1899 kepada Estelle Zeehandelaar (Stella), teman korespondensinya seorang sosialis-feminis di Belanda. Sengaja diambil Pram, karena dengan Kartini (saja), tanpa embel-embel RA (Raden Ajeng, gelar kebangsawanan sebelum menikah-Raden Ayu, setelah menikah), maka Pram sejalan dengan Kartini untuk menjauhkan feodalisme (jawa) yang sengaja dipelihara oleh kolonial.Buku diawali dengan sejarah singkat Tanampaksa (Cultuurstelsel) sebagai akibat merosotnya ekonomi Hindia Belanda ataupun Kerajaan Belanda karena Perang Diponegoro (Perang Jawa, 1825-1830). Melalui tanampaksa ini (sampai 1977 sebanyak 800 juta gulden dialirkan ke Belanda), tidak hanya hutang Kerajaan terlunasi, bahkan ekonomi Belanda telah tumbuh menjadi sebuah kekuatan di pasar eropa. Di sisi lain, pribumi benar-benar merasakan imbasnya, mulai dari kemiskinan hingga penurunan jumlah penduduk karena penyakit, kekurangan pangan dll .Dalam masa itu, 21 April 1879, Kartini lahir. Ayahnya, Ario Sosroningrat, yang nantinya menjadi Bupati Jepara. Kartini lahir dalam keluarga terpandang, ‘feodal’ dan terpelajar. Ayah dan paman-pamannya salah satu sedikit orang di seluruh Jawa yang bisa berbahasa Belanda saat itu, dan Kartini (serta saudaranya, Kardinah dan Rukmini) pun perempuan-perempuan pertama yang bisa berbahasa Belanda. Bahkan dalam sebuah pameran kerajinan di Belanda dimana karya ukir Jepara dipamerkan, tulisan Kartini tentang seni ukir Jepara mendapat kekaguman pembesar kerajaan (bahasa Belanda-nya sempurna).Kartini, dari buku ini terlihat lebih dari ‘sekedar’ perempuan yang memperjuangkan emansipasi wanita, hal yang kita kenal dari sosoknya. Sekalipun Kartini ingin sekali merasakan pendidikan setinggi-tingginya, namun Kartini sangat menghormati dan mencintai ayahnya, sangat-sangat. Izin dan restu dari ayah yang dicintainya sungguh dinantikannya. Sekalipun izin itu jarang sekali keluar, apalagi dengan niatnya untuk melanjutkan sekolah ke Belanda (yang akhirnya beasiswa itu ‘diberikannya’ ke Agus Salim). Dan sekali Kartini mendapatkan izin untuk menjadi guru, betapa girang hatinya: “..aku begitu senang, malah riang, seakan aku sudah merasa bahwa percakapanku dengan ayah akan berhasil, ..... Duh, jadi tiada salah dugaanku terhadap dirinya; dan ia memang cintai putrinya ini dan ia pahami dia dengan baiknya.” (Hal 277).Namun sebenarnya, perjuangan dan cita-cita besar Kartini mengahadapi tembok pertama dan penuh perasaan di depan-dekatnya sendiri. Kebencian Kartini terhadap feodalisme, berhadapan dengan ayahnya yang tetap mempertahankan gaya feodal (dimana sudah membudaya). Pembebasannya tentang perempuan, dibenturkan dengan ayahnya yang mempunyai ‘selir-selir’ yang sudah biasa sebagai nigrat saat itu, dan Kartini lahir dari ibu istri ‘non-resmi’ dari ayahnya yang setelah melahirkan anaknya kemudian diusir keluar rumah (baca Gadis Pantai, lebih lengkapnya). Dan Kartini akhirnya pun, menikah dengan Bupati Rembang sebagai istri kesekian. Kemudian dalam budaya literasi Kartini, selama 4 tahun dipingit di rumah (mulai umur 12,5 tahun) benar-benar dimanfaatkan Kartini untuk membaca dan banyak belajar menjadi ‘perempuan’. Maka, Kartini juga adalah sosok perempuan biasa saat itu (karena dia sendiri ingin melepaskan atribut feodal dan ingin menjadi rakyat), yang bisa menyulam, membatik, dan menyukai kesenian. Baginya, seorang yang ingin memperjuangan rakyat harus menyukai seni rakyat, denyut nadi rakyat itu sendiri. Jiwa seni Kartini tumbuh, dengan kain batik dan beberapa lukisan hasil tangan-nya sendiri.Kesukaan Kartini juga pada sastra, terutama puisi. Dalam salah satu suratnya: “Pikiran adalah puisi, pelaksanaannya seni. Tapi, mana ada seni tanpa puisi? Segala yang baik, yang luhur, yang keramat, pendeknya segala yang indah di dalam hidup ini, adalah puisi.” Seni telah menjalari kehidupannya dalam perjuangan, katanya: “Sebagai pengarang, aku akan bekerja besar-besaran untuk mewujudkan cita-citaku, serta bekerja untuk menaikkan derajat dan peradaban Rakyat kami.”Dalam masa pingit itu pula, Kartini banyak membaca sekaligus belajar Bahasa Belanda melalui buku-buku. Sangat banyak buku-buku yang dibaca Kartini. Sungguh merupakan anugerah bagi dirinya saat itu berkesempatan mambaca banyak buku, bahkan dengan memesan langsung ke Belanda. Lalu, setelah masa pingit pada usia sebelum 20 tahun, mulailah Kartini berkorespondesi dengan teman-teman Belanda-nya, dan beberapa teman luar negeri lainya. Surat-surat Kartini, tidak hanya merupakan kegelisahananya pada kaum perempuan negerinya (melalui dirinya), melainkan juga nasib bangsa-nya keseluruhan yang membuatnya resah serta bentuk-bentuk aktivitas-nya, diantaranya adalah menjadi guru untuk sekolah perempuan di Jepara, membina pengrajin ukiran Jepara, membaca dan menulis karya sastra, serta aktivitas dengan rakyat biasa. Dalam suratnya pula, Kartini menyatakan betapa Barat (melalui membaca Kartini mengenal Barat) adalah contoh keunggulan saat ini dan juga memiliki kelemahan segabaimana dunia pribumi yang dikenal ‘lemah’ namun sebenarnya juga memilki keunggulan.Dan dalam buku ini, Pram ingin sekali menunjukan bahwa surat-surat Kartini yang dikenal dalam Door Duisternis tot Licht (DDTL) adalah upaya sistematis kolonial untuk mengebiri jiwa sesungguhnya seorang Kartini, terutama dalam hal patriotik. Surat-surat yang termaktub dalam DDTL itu sudah melalui ‘pemilahan’ oleh J.H Abendanon, disesuaikan dengan kebijakan politik kolonial. Dimana di belahan dunia lain, adanya pejuang perempuan India (jajahan Inggris), Pandita Ramabai, yang dengan simpati internasional kemudian terbentuk Ramabai Foundation di New York dan London untuk mendanai perjuangan untuk perempuan India dalam pendidikan, kesejahteraan dll. Apalagi, apa yang dilakukan Abendanon dengan menerbitkan ‘hanya’ 105 surat itu tidak bisa dianggap shahih karena kemungkinan adanya ‘popularitas pribadi’ demi karier politiknya (61 surat ditujukan untuk keluarga Abendanon). Padahal, sebelum mengenal Abendanon (dan istrinya saat kunjungan ke Jepara 1900), lebih banyak surat tertuju pada Stella, sahabatnya yang sangat mendukung dengan cita-cita Kartini untuk melanjutkan pendidikan di Belanda, memperjuangkan pendidikan bagi pribumi (tidak hanya perempuan) dan kesejahteraan lebih untuk Hindia Belanda. Di indonesia sendiri, DDTL diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang, dan pertama diterbitkan 1920 oleh Commissie voor de Volkslectuur (sekarang Balai Pustaka). Dan pada cetakan ketiga (1951), Armijn Pane mengedit surat-surat Kartini karena menurutnya ada beberapa poin pokok surat yang repetitif. Akhirnya, buku ini menarik untuk dibaca terutama jika ingin mengetahui gambaran Kartini ‘yang lebih utuh’, mungkin berbeda dengan apa yang kita ketahui selama ini, meskipun buku ini sebenarnya tidak lengkap karena dari empat jilid hanya dua jilid yang bisa diselamatkan dan menjadi buku ini. Sedang jilid ketiga dan keempat (diantaranya tentang pernikahan Kartini hingga meninggalnya bersama anak pertama yang dikandungnya), hilang saat peristiwa pemberangusan semua yang ‘berbau’ PKI 1965. Dan dalam dewasa ini, semangat dan perjuangan Kartini yang dipaparkan buku ini relevan untuk terus dilakukan. Bukan lagi sekedar simbol kebaya pada 21 April setiap tahunnya. Serta buat saya pribadi semakin menyadari, betapa sulitnya mencari Kartini masa kini.label: 3an.blogspot.com,perempuan,sejarah
Terakhir diubah oleh madiorg tanggal Sat Aug 30, 2008 3:11 pm, total 1 kali diubah | |
| | | madi Koordinator
Lokasi : cijantung Reputation : 2 Join date : 24.05.08
| Subyek: Re: perempuan jawa Sat Aug 30, 2008 10:26 am | |
| Perempuan!
[b][b] Sudah selesai itu untuk ku[font=Arial] Mengerikan, mengerikan benar perempuan itu Mereka tak pernah bisa percaya, Mereka tak biasa jujur, Sekalipun pada diri sendiri Mengerikan, mengerikan sekali perempuan itu Hati mereka serasa tembok keangkuhan Yang menghantarkan pintu-pintu kesepian Jangan pernah percaya pada mereka Karena pada diri sendiri pun Mereka ingkar Jangan pernah dengarkan apa kata mereka Karena mereka tak punya jiwa Untuk mendengar denting roman Dan segenggam rasa harap label: 3an.blogspot.com
Terakhir diubah oleh madiorg tanggal Sat Aug 30, 2008 3:17 pm, total 1 kali diubah | |
| | | madi Koordinator
Lokasi : cijantung Reputation : 2 Join date : 24.05.08
| Subyek: Re: perempuan jawa Sat Aug 30, 2008 10:31 am | |
| perempuan dalam profesi
[b] Apa yang dibicarakan dalam hari kartini? Tentang perempuan, emansipasi, posisi atau perannya dalam kehidupan luas. Sekalipun setiap tahun, setiap kesempatan di bulan april atau desember perempuan ramai dibicarakan, selalu saja ada hal-hal tentang perempuan yang menggugah para [url=http://3an.blogspot.com/2006/07/apakah-anda-seorang-feminis.html/]'pemerhati’ ke-perempuan-an untuk dibicarakan kembali di momen hari-hari perempuan tersebut.
Tentang emensipasi, secara prinsip adalah keinginan mengangkat posisi perempuan dalam ranah sosial yang banyak dikuasai laki-laki. Dan karena pengangkatan, selalu ada bagian yang ditinggalkan menjadi kosong atau sedikit tak terisi, yaitu ruang domestik yang sejak dulu diidentikan dengan wilayah perempuan. Namun secara praktis hal tersebut bisa saja dihindari atau setidaknya diminimalisir melalui sebuah dialog.
Hal yang lebih prinsip lagi, emansipasi bukanlah ‘gerakan’ kasihan. Karena perempuan tak perlu dikasihani kemudian diangkat ‘derajat’nya. Emansipasi adalah sikap dan tindakan kesadaran atas potensi dan peran yang secara alamiah bisa dilakukan perempuan. Seperti apa?
Membicaran ide awal kartini untuk menyamakan pendidikan antara laki-perempuan tentu sudah tidak relevan lagi. Perempuan di negeri ini telah bebas mengenyam pendidikan mulai dari tingkat bawah sampai perguruan tinggi. Sehingga arah pembicaraan selanjutnya adalah realisasi dari pendidikan yang didapatkan perempuan dalam kehidupan masyarakat.
Perempuan terpelajar, yang mendapatkan pendidikan (materi, tugas dll) tanpa pembedaan prinsip adalah aset yang berharga. Sekalipun mempunyai keterbatasan dalam keleluasaan bergerak (dibanding laki-laki umumnya), kemampuan perempuan dalam akademik tidaklah perlu diragukan, bahkan sengat banyak pelajar-pelajar berprestasi datang dari perempuan.
Timbul masalah kemudian ketika sang perempuan meninggalkan dunia sekolah. Banyak perempuan-perempuan yang ‘memilih’ untuk tidak ‘berkompetisi’ dalam pekerjaan atau bidang untuk pengoptimalan pengetahuan yang sudah didapatkannya. Padahal, mereka sama-sama merasakan perjuangan untuk mendapatkan sebuah gelar sarjana, misalnya. Namun setelahnya, banyak perempuan yang memilih tidak mengoptimalkan potensinya tersebut dalam wilayah yang lebih luas.
Fenomena tersebut, bisa disebabkan oleh hal-hal berikut: pertama, paradigma yang masih banyak di masyarakat, bahwa perempuan adalah domestik un sich. kedua, sikap ‘pasrah’ perempuan atas ‘idiom kehidupan’ yang diidentikan kepada mereka. dan ketiga, Syndrom perempuan karir yang negatif (meninggalkan rumah tangganya dsb). Namun yang utama adalah pandangan laki-laki atas perempuan sendiri. Artinya, tidak banyak laki-laki yang berkesadaran untuk menempatkan perempuan sesuai dengan potensi keprofesian yang dimilikinya. Dalihnya bisa macam hal, misalnya bahwa mendidik anak-anak di rumah adalah menyiapkan generasi depan bangsa, pekerjaan besar untuk masyarakat dan akan berbeda prosesnya antara perempuan lulusan SMP atau PT. Sekali lagi, ini sebuah pilihan memang. Dan kemerdekaan untuk memilih itu tetap ada pada diri perempuan. Tapi secara prinsip, mereka punya potensi yang harus dimanfaatkan untuk kemaslahatan masyarakat. Karena perempuan sudah mendapatkan kesempatan pendidikan tinggi, maka seharusnya bisa kontribusi sesuai dengan potensinya tersebut. Kembali ke hal prinsip, bahwa perempuan terpelajar punya potensi kompetensi. Secara sosial, kesempatan berpendidikan yang diberikan masyarakat seharusnya dikembalikan lagi. Kita tidak sedang berbicara tentang perempuan karir yang menduduki jabatan strategis korporat dan melalaikan rumah tangganya. Bukan pekerjaan atau jabatan yang utama, tapi optimalisasi bidang kompetensi. Hal yang bisa diartikulasikan dalam pelayanan masyarakat, dunia pendidikan anak, pemberdayaan perempuan, entrepreneur dan banyak bidang lainnya. Dan dalam rumah tangga, sekali lagi secara praktek bisa diselesaikan dalam satu kata: Dialog.
Memberikan kesempatan ‘berkarir’ bagi perempuan juga bukan tindakan tanpa waspada bagi laki-laki. Karena itu artinya ‘merelakan’ bagian-bagian yang seharusnya ‘ladang’ laki-laki kepada perempuan. Negatifnya yang ekstrim, masalah pekerjaan yang bisa menimbulkan pegangguran laki-laki. Padahal secara norma agama, laki-laki yang berkewajiban untuk bernafkah.
Secara lebih luas, perempuan adalah makhluk yang tekun. Prestasi yang dicapai sebagian besar karena ketekunan dan kesabaran, hal yang biasanya jarang ada pada laki-laki. Memberikan kesempatan perempuan untuk berkarir, artinya memberikan celah pada perempuan untuk lebih ‘tinggi’ daripada laki-laki. Dalam kehidupan keluarga atau calon pasangan, bisa terjadi penghasilan perempuan lebih besar daripada laki-laki.
Dua hal diatas, yang secara tidak langsung ada dalam alam bawah sadar laki-laki. Butuh kesadaran, persis dengan yang saya sampaikan diatas bahwa kendala utama ‘optimalisasi kompetensi’ perempuan ada di pihak laki-laki. Padahal, perempuan tidak bisa dipisahkan dari laki-laki. Disinilah, umumnya perempuan menemukan titik lemah. Namun semua manusia punya pilihan, dan perempuan pun bebas untuk memilih.
Selamat Hari Kartini...label: 3an.blogspot.com
Terakhir diubah oleh madiorg tanggal Sat Aug 30, 2008 3:16 pm, total 1 kali diubah | |
| | | madi Koordinator
Lokasi : cijantung Reputation : 2 Join date : 24.05.08
| Subyek: Re: perempuan jawa Sat Aug 30, 2008 10:35 am | |
|
”Biru Hitam Merah Kesumba” Sore, sabtu lalu menjelang Ashar di Salman ITB sebuah telepon masuk. Andrea Hirata, teman yang akhir-akhir ini jarang bertemu meminta bertemu di Prefere 72, sebuah kafe di Jl. Juanda Bandung. Setelah sholat, saya pun segera meluncur kesana.
Ternyata, sedang diadakan diskusi kumpulan puisi Biru Hitam Merah Kesumba (BHMK), dengan empat penulisnya yang menyebut diri Perempuan Bukan Penyair. Saya pikir akan ketemuan saja dengan Andrea, ternyata ada sebuah acara. Tak ada salahnya ikut sebentar, mengingat sudah lama tak ikut diskusi seperti ini dan kebetulan dengan tema tentang, perempuan!
Acara diawali dengan pementasan dari teater 11 dengan mengambil kontens puisi-puisi di BHMK. Sekalipun semua pemeran laki-laki, tapi mereka memainkan kontens perasaan wanita. Agak dipaksakan, terutama saat salah satunya benar-benar bersikap (dan berpenampilan) seperti wanita.
Lalu, diskusi pun dimulai. Empat perempuan penulis, Lulu Ratna, Oppie Andaresta, Olin Monteiro dan Vivian Idris (Vivian tidak bisa hadir karena banjir) serta dengan pembedah seorang dosen Unpar dan aktifis perempuan, Valentina Sagala.
Pembedah memulai analisisnya bahwa puisi dan karya sastra perempuan lainya adalah medium perempuan untuk menunjukan eksistensi, dalam hal ini eksistensi politik perempuan. Dalam dunia yang dominan ”laki-laki”, aktivitas penulisan perempuan adalah aktivitas politik perlawanan dari aktivitas biasanya. Hal yang kental ditunjukan dalam kata-kata dalam sebuah puisi Vivian, Hari ini... / Aku ingin membangkang.
Kumpulan puisi ini menggambarkan dunia perempuan dalam sudut yang beragam, ada puisi seorang perempuan sebagai istri bagi suaminya, ibu bagi anaknya, kekasih bagi pacarnya, teman bagi sesama gender, ataupun bagi pribadi perempuan sendiri. Namun, mereka membingkainya dalam pandangan sosok perempuan urban.
Sebagai istri. Kau paku aku sebagai permaisurimu / Di ranjang yang sesak... / Lalu kau pinta restu untuk berbagi, karna tak cukup / Nafsu kauumbar pada satu bini / atas nama lelaki halal kau miliki dua tiga / Dan empat... (Cerita Teman, Oppie)
Sebagai ibu. Mari sini sayangku, Nak / Genggam jariku lalu mimpi / Sampai pagi kita pergi / mengayuh angin menumpang awan (Anak Sayang, Vivian).
Sebagai teman. Des, ceritakan juga gubuk-gubuk tua / Tempat banyak perempuan desa / Dianiaya, dicerca, tak bersuara / Tersiksa batinnya atas nama status istri aku juga / Seorang istri... aku juga/ Seorang istri (Teruskan Menulismu, Olin). Midah temanku terdampar di negeri orang / Midah temanku cari makan sebagai pembantu / Midah temanku pahlawan devisa / Midah temanku badan kecil, bernyali besar / Midah temanku... / Masih saja ada anjing-anjing, yang menjilatimu / yang menggongong parau, yang tak punya malu, / mengerjaimu, menipumu, merampokmu, / memperkosamu, mengarang aturan sialan, / Sesampainya di tanah air (Terminal 3, Oppie)
Sebagai pribadi. Malam ini biru / Aku mencari diriku / yang hilang dalam bibirmu / dan menemukannya / di pojok-pojok gelap kota / ternyata aku masih bisa pulang (Tersesat, Lulu). Jangan kasihani aku / Aku baik-baik saja / Bernapas, bermimpi, beradaptasi / Kita jalan minggu, bulan, tahun / dengan / Kita maknai dengan cara kita / bukan karena aku perempuan, tapi karena aku / manusia... (Karena Aku Manusia, Oppie). Aku menulis / Menyita rasa dan perhatian / agar bebas lepas / dalam sebuah dunia jiwa / sebab / aku adalah sebuah puisi... (Akulah Puisi, Lulu).
Dan hal yang cukup menarik, buku ini pun menyajikan ”kronologis sejarah” aktivitas perjuangan perempuan, semisal aksi perempuan, advokasi dan lain-lainya. Ada satu hal yang sebenarnya ingin saya diskusikan kemarin, bahwa penempatan perempuan dalam kajian apapun (termasuk sastra) seolah-olah menjadikan perempuan ”terlepas” sendiri dari keperempuannya dan sama bebas dari dunia laki. Mungkin akan ada jawaban, dalam dunia penuh kelaki-lakian, sentimen ”anti” wajar adanya untuk menumbuh-kembangkan eksistensi perempuan.
Dan sebagai bukti, sampai saya beranjak pergi lebih awal, pembahasan BHMK belum disinggung tentang negative side dimana bisa jadi, itu tentang mengembalikan perempuan dari rasa bebas-lepas nya. Labels: 3an.blogspot.com
Terakhir diubah oleh madiorg tanggal Sat Aug 30, 2008 3:15 pm, total 1 kali diubah | |
| | | madi Koordinator
Lokasi : cijantung Reputation : 2 Join date : 24.05.08
| Subyek: Re: perempuan jawa Sat Aug 30, 2008 10:37 am | |
| apakah anda seorang feminis?
[size=18] [b]Menurut [url=http://en.wikipedia.org/wiki/Feminism]Wikipedia, Feminism is a diverse collection of social theories, political movements, and moral philosophies, largely motivated by or concerning the experiences of women. Orang yang setuju, mendukung dan berjuang karenanya disebut sebagai feminis ( feminist). Jadi, apakah anda seorang feminis? -khusus femin is laki-laki, baru menjadi isu dua dasawarsa terakhir. Itu juga masih terjadi banyak diskursus. Istilah baru bagi laki-laki yang feminis adalah meninis ( meninist, male feminist) Simaklah pernyataan dibawah, anda boleh setuju atau tidak setuju. a. Setuju, bahwa perempuan memiliki hak berpolitik sama dengan laki-laki b. Setuju, bahwa laki-laki dan perempuan harus berbagi peran dalam rumah tangga dan kepengasuhan anak, tidak hanya membebankan peran domestikasi kepada perempuan c. Setuju, bahwa sama dengan laki-laki, perempuan harus dihormati dan tidak boleh dilecehkan hak-haknya d. Setuju, bahwa siapapun tidak boleh mendiskriminasikan hak ekonomi perempuan e. Dalam berelasi, saya tidak pernah meremehkan atau menghina seseorang karena ia perempuan f. Setuju, jika perempuan tidak dibeda-bedakan dalam meraih kesempatan belajar, perempuan dapat meraih pendidikan dan kariri sama tingginya seperti laki-laki g. Saya peduli akan isu-isu perempuan dan prihatin jika terjadi penganiayaan terhadap perempuan h. Saya mengikuti berita dan perkembangan di media, saya diam-diam mendukung perjuangan mereka, sebab jika perempuan maju maka yang diuntungkan tentunya adalah masyarakat i. Saya membaca jurnal feminisme dan buku-buku bertemakan gender karena ingin tahu apa saja yang para feminis perjuangan j. Saya tidak setuju jika masyarakat masih menganggap perempuan lebih rendah daripada laki-laki atau menjadi warga negara kelas dua k. Saya berjanji jika punya anak perempuan atau anak laki-laki akan mendidik mereka setara dan tidak membeda-bedakan jenis kelamin Jika anda setuju dengan sebagian besar dari pernyataan diatas, selamat! Karena mungkin anda adalah seorang feminis! Jadi mudah sekali bukan, seseorang untuk menjadi feminis? Dan menjadi feminis bukanlah predikat yang menakutkan. Karena setiap orang bisa saja feminis jika benar-benar menerapkan hal-hal diatas. Disadur dari Jurnal Perempuan, ”Pria Feminis, Why Not?”, edisi XII-1999.Seharusnya tak hanya bulan april atau desember, kita bicara feminisme (baca: ke-perempu-an)! *jangan terjebak dengan istilah label: 3an.blogspot.com
Terakhir diubah oleh madiorg tanggal Sat Aug 30, 2008 3:14 pm, total 1 kali diubah | |
| | | madi Koordinator
Lokasi : cijantung Reputation : 2 Join date : 24.05.08
| Subyek: Re: perempuan jawa Sat Aug 30, 2008 10:46 am | |
| MELIHAT KARTINI
Tanggal 21 April, bangsa kita mengenal sebagai hari lahirnya RA Kartini, putri Bupati Jepara Raden Mas Sosroningrat, yang kemudian kita kenal sebagai penggagas emansipasi wanita Indonesia. sebuah gagasan yang menjadi salah satu inspirasi utama para wanita dan kaum feminis dalam memperjuangkan hak-haknya sebagai “seorang manusia” hingga saat ini.
Kartini, secara singkat dia mengalami suasana masa muda yang kurang menyenangkan bagi ukuran wanita sekarang. Dari sumber-sumber sejarah, biasa digunakan kata “dipingit” sebagai kata yang menggantikan tindakan mengurangi aktivitas luar seseorang pada suatu daerah tertentu, yaitu rumahnya sendiri. Baru kemudian, dlam masa pingitan itu dia berkorespondensi pada sahabatnya di Belanda, salah satunya Rosa Abendanon, dan kita mengenal kumpulan suratnya itu dalam buku dengan judul Door Duisternis tot Licht “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
Lalu, kegundahan dan pikiran-pikiran Kartini tentang wanita Indonesia yang pada masa tersebut menglami hal serupa diartikulasikan dalam sebuah gerakan untuk mengangkat derajat kaum wanita. Yang saya tangap, intinya gerakan itu mengingingkan adanya kesamaan hak antara kaum wanita seperti halnya kaum pria. Yang lebih berkembang, perlakukan kepada wanita, kewajiban dan lain aktivitas-aktivitas kaum wanita tidk boleh dibedakan dengan kaum adam.
Benarkah sebenarnya Kartini mengusung hal-hal yang kita kenal dengan gerakan feminisme itu? tulisan ini terlalu sederhaa utuk membahas hal tersebut, tapi akan meberikan gambaran dan pandangan tentang fenomena feminisme.
[url=http://photos1.blogger.com/blogger/689/1206/1600/kartin1.gif]Habis Gelap Terbitlah Terang, menurut pengakuan salah satu cucu Kartini (saya lupa namanya, maaf) secara arti sebenarnya mirip dengan ungkapan Al-Qur’an Minadz dzulumatin ilan nur. Menurutnya, kartini sendiri terinspirasi dari ungkapan itu yang islam sudah mengangkat posisi wanita dalam posisi yang terhormat daripada sebelum Muhammad sebagai Rasul. Kartini sendiri, adalah muslim yang taat sehingga tidak salah bila islam manjadi sumber pemikiran dan gagasannya.
Tapi kalau kita bicara sejarah, akan banyak hal yang menyebabkan akhirnya sejarah menjadi meragukan. Kita mengenalnya, distorsi sejarah. Sejarah bergantung pada siapa yang menuliskannya, terbukti apalagi di bangsa kita. Menurut Taufik Abdulah, meluruskan sejarah tak akan pernah bisa karena sejarah bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Jadi, kita tak akan berlama-lama tentang sejarah kartini.
Gerakan feminis ini kemudian memang menuai “kesuksesan” di bangsa kita, wanita-wanita mulai bole sekolah di luar, boleh bekerja mulai dari aktivitas yang berbau “khas kewanitaan” sampai posisi-posisi yang cenderung ditempelkan kepada “aktivitas laki-laki”. Secara prinsip, hal itu tentu tidak masalah. Wanita tidak lagi menjadi “pekerja rumah tangga”, yang kegiatan-kegiatan rumah biasa disandarkan padanya. Wanita tidak lagi menjadi second-line suaminya, malah bisa menjadi “kepala rumah tangga” yang sebenarnya. Sehingga ungkapan, Awewe mah dulang tinande (wanita ikut suami aja), tidak berlaku lagi.
Apakah feminisme benar-benar ingin mengangkat derajat wanita? Sejauh mana?
Jika feminisme bersikukuh dalam ide gerakan bahwa wanita seharusnya disamakan dengan laki-laki pada urusan apapun, mulai dari rumah tangga (tidak ada lagi pembagian ini kerjaan wanita, ini kerjaan laki-laki) hingga urusan negara, maka sebenarnya terjadi konradiksi antara hal lainya disini. Ketika kita mengakui bahwa ada persaingan dalam hidup, yang kemudian menjadikan ada pemenag dan pihak kalah, maka pihak yang kalah lah yang kemudian berad di “bawah”. Ini aksioma rimba yang berlaku pada manusia juga.
Nah, ahirnya semua aktivitas adalah persaingan yang menjadikan peserta persaingan harus berlomba memenangkan permainan. Wanita, juga harus rela dan sadar jika kemudian dia kalah, karena memang secara alami memeliki potensi yang berbeda dengan laki-laki. Tidak ada yang bisa disamakan, karena akhirnya yang layaklah yang jadi pemenangnya. Jika yang dituntut adalah hak untuk sama-sama masuk laga persaingan, maka itu senantiasa terbuka lebar. Tapi jika akhirnya kalah, maka jangan kemudian menjadikan itu sebagai alasan tidak mengakui persamaan hak.
Ini bukanlah masalah fisik, karena ada cerita zaman Khalifah Islam yang berhikmah tentang peran wanita. Sebagaimana kita tahu, bahwa wanita di medan-medan peperangan islam sejak Nabi hingga sahabat-sahabatnya ikut serta, terutama sebagai juru rawat. Ada pula sosok-sosok wanita (shohabiyah) yang ikut berperang, tapi itu tidaklah banyak. Peluangnya sama jika mau, tapi “persaingan” menjadikan wanita “kalah”.
Di masa kericuhan seelah wafatnya Utsman RA, Ali RA berpendapat tidak ingin menghukum pihak-pihak yang membunuh karena kestabilan politik yang beliau utamakan dulu. Tapi banyak sahabat, termasuk Aisyah RA, yang menginginkan Ali menghukum secepatnya pembunuh tersebut. Karena itu adalah hukum islam. (kalau salah, mohon dibenarkan).
Akhirnya, timbul peperangan antara pihak penuntut dan Ali (yang dimanfaatkan untuk memecah belah umat islam). Aisyah pun ikut serta memimpin pasukan bersama sahabat-sahabat utama. Dalam pertemuan antara Ai dan Aisyah, Ali mengungkapkan sebuah ayat, “Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik. dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu...." (Al-Ahzab [33] :32-33).” dan kemudian Aisyah tersadarkan dan pulang kembali.
Dalam perjalanan pulang, aisyah diberi kawalan oleh Ali 60 pasukan yang menggunakan pakaian tertutup. Setelah sampai di Madinah, Aisyah baru mengetahui bahwa pasukan yang disertakan oleh Ali adalah pasukan wanita. Hingga ungkapannya yang terkenal, “tidak ada yang berkurang dari Ali, terutama kemuliaannya”
Artinya, tidak mungkin pasukan itu bersenjatakan bukan seperti senjata layaknya pasukan biasa, seperti pedang, tombak dan panah. Dan tidak mungkin pula pasukan itu tidak memiliki skill bertempur, karena Ali mempercayakan Ummul Mukminun pada pasukan tersebut.
Jadi, bukan masalah persamaan yang menjadi initi utama dalam membaha feminime, tapi proporsionalitas dalam melihatnya. Saya tidak tahu, bila kartini tahu bahwa gagasan yang dia taburkan bersemai sedemikian rupa sehingga sepsrti sekarang, tuntutan menyamakan antara wanita dan pria, bisa jadi dia merubah gagasannya atau memperjelas lagi apa yang dia mau.
Tentu saja, gerakan feminisme bukan pula gerakan kasihan. Yang hanya berkembang mengharapkan kasihan pihak lain. Tidak mungkin hidup, bila dengan kasihan. Gerakan feminis hendaknya menjadi gerakan pembuktian, layak tidaknya seorang wanita memegang sebuah posisi. Dan ini adalah peperangan hidup, yang akhirnya meninggalkan pihak termarginalkan. Dan wanita sendiri tidak akan kehabisan potensi jika akhirnya harus kalah dalam persaingan itu.
label: 3an.blogspot.com,perempuan
Terakhir diubah oleh madiorg tanggal Sat Aug 30, 2008 3:20 pm, total 2 kali diubah | |
| | | SAPTO SARDIYANTO Camat
Lokasi : JAKARTA Reputation : 1 Join date : 24.05.08
| Subyek: Re: perempuan jawa Sat Aug 30, 2008 11:53 am | |
| yang jelas perempuan harus menjadi seperti apa yang menjadi kodratnya. saya setuju emansipasi yang dilakukan perempuan tapi jangan sampai kebablasan yang terpenting disaat mereka memutuskan untuk beraktifitas diluar harus mengutamakan yang didalam dulu(keluarga) karena negara akan hancur bila para wanitanya tidak bisa menjaga dirinya dan keluarganya. terimakasih untuk ibuku
wasalam, | |
| | | Wonosingo Ngali Kidul Pengawas
Lokasi : Gunungkidul Reputation : 20 Join date : 06.05.08
| Subyek: Re: perempuan jawa Mon Sep 01, 2008 1:08 pm | |
| Hemmmm...kalau membahas tentang perempun aku njlimet atau susah...
Perempuan yg baik ketika perempuan itu tahu akan temapatnya. Kalau wanita jawa dan timur tengah memang agak sedikit berbeda dengan kaum lelaki. Emansipasi boleh saja, tapi ketika emansipasi malah di selewengkan. Banyak kasus perempuan sendiri tak bisa menempatkan dan memahami latar belakang dirinya sendiri itu siapa???
Dan kadang laki2 juga terjebak oleh nafsu untuk mengendalikan perempuan. Siapa yg salah d salahkan, tidak ada yg patut d salahkan....
Toh kalupen menyalahkan, keadaan zaman dan instropeksi diri... | |
| | | maniss Koordinator
Lokasi : Jakarta Reputation : 7 Join date : 04.04.08
| Subyek: Re: perempuan jawa Mon Sep 01, 2008 1:28 pm | |
| tapi kadang saya iri terhadap kaum lelaki begitu leluasa bergerak kalau perempuan banyak peraturan.
kalau laki2 pulang kerja sudah tersedia kopi dan segala kebutuhannya. kalau perempuan yang kerja, pulang kerja capek2 masih harus mengurusi suami dan anak kalau laki2 pulang kerja baca koran, nonton tivi. | |
| | | Wonosingo Ngali Kidul Pengawas
Lokasi : Gunungkidul Reputation : 20 Join date : 06.05.08
| Subyek: Re: perempuan jawa Mon Sep 01, 2008 6:15 pm | |
| - maniss wrote:
- tapi kadang saya iri terhadap kaum lelaki
begitu leluasa bergerak kalau perempuan banyak peraturan.
kalau laki2 pulang kerja sudah tersedia kopi dan segala kebutuhannya. kalau perempuan yang kerja, pulang kerja capek2 masih harus mengurusi suami dan anak kalau laki2 pulang kerja baca koran, nonton tivi. Memang kengirian itu wajar mbak.... NIng sing jelas ki wong wedok ki...wis dadi ginaris dewe2. Begitu juga laki2, kadang masih iri terhadap wanita....coba saja ketika suaminya bekerja, istri d rumah hanya duduk dan tidak ada kerjaan... Jadi yg jelas suami istri adalah sebuah pasangan dan bagaimanpun juga istri adalah sebuah wadah dan isinya suami itu sendiri.... Itu hanyalah kiasan yg saya ambil buat gambaran. Klo saya pribadi istri itu harusnya d rumah tak harus bekerja, dan yg mencari nafkah jelas suaminya... Itu pendpat saya. Jadi klo semuanya ingin berbarengan jgn saling iri.....ya inilah hidup, keluarga dan kekeluargaan adalah sebuah tempat untuk bernaung dan melindungi. | |
| | | maniss Koordinator
Lokasi : Jakarta Reputation : 7 Join date : 04.04.08
| Subyek: Re: perempuan jawa Thu Sep 04, 2008 1:20 pm | |
| - Quote :
- coba saja ketika suaminya bekerja, istri d rumah hanya duduk dan tidak ada kerjaan...
mosok duduk2 ndak ada kerjaan, mang gak umbah2, isah2 olah2.... - Quote :
- Itu hanyalah kiasan yg saya ambil buat gambaran. Klo saya pribadi istri itu harusnya d rumah tak harus bekerja, dan yg mencari nafkah jelas suaminya...
Itu pendpat saya.
kadang situasi & kondisinya berbeda. tuntutan keadaan yg kadang2 tdk bisa sesuai keinginan. - Quote :
- Jadi klo semuanya ingin berbarengan jgn saling iri.....ya inilah hidup, keluarga dan kekeluargaan adalah sebuah tempat untuk bernaung dan melindungi
ya memang sih... tapi mengko nek sampeyan wes berkeluarga lagi iso ngrasak'ke. | |
| | | Wonosingo Ngali Kidul Pengawas
Lokasi : Gunungkidul Reputation : 20 Join date : 06.05.08
| Subyek: Re: perempuan jawa Fri Sep 05, 2008 6:08 pm | |
| - maniss wrote:
-
- Quote :
- coba saja ketika suaminya bekerja, istri d rumah hanya duduk dan tidak ada kerjaan...
mosok duduk2 ndak ada kerjaan, mang gak umbah2, isah2 olah2....
- Quote :
- Itu hanyalah kiasan yg saya ambil buat gambaran. Klo saya pribadi istri itu harusnya d rumah tak harus bekerja, dan yg mencari nafkah jelas suaminya...
Itu pendpat saya.
kadang situasi & kondisinya berbeda. tuntutan keadaan yg kadang2 tdk bisa sesuai keinginan.
- Quote :
- Jadi klo semuanya ingin berbarengan jgn saling iri.....ya inilah hidup, keluarga dan kekeluargaan adalah sebuah tempat untuk bernaung dan melindungi
ya memang sih... tapi mengko nek sampeyan wes berkeluarga lagi iso ngrasak'ke. Wah mbak manis ini, kok d penggal2 to..kata2nya... Yah memang saya akui mbak, saya memang belum berkeluarga. Tapi bukan berarti belum berkeluarga itu tidak paham akan tata cara berumah tangga, tahu??? Cuman memang ya inilah kondisi saat ini, coba istrinya AA Gym kan 2, mereka g pernah terganggu. Malah yg tua menrima yg muda dan sebaliknya, dan tuntutan salah satu pihak pun ga ada... Romantiskan ??? | |
| | | madi Koordinator
Lokasi : cijantung Reputation : 2 Join date : 24.05.08
| Subyek: Re: perempuan jawa Mon Sep 08, 2008 2:10 am | |
| [quote="Wonosingo Ngali Kidul"] - maniss wrote:
-
- Quote :
- coba saja ketika suaminya bekerja, istri d rumah hanya duduk dan tidak ada kerjaan...
mosok duduk2 ndak ada kerjaan, mang gak umbah2, isah2 olah2....
- Quote :
- Itu hanyalah kiasan yg saya ambil buat gambaran. Klo saya pribadi istri itu harusnya d rumah tak harus bekerja, dan yg mencari nafkah jelas suaminya...
Itu pendpat saya.
kadang situasi & kondisinya berbeda. tuntutan keadaan yg kadang2 tdk bisa sesuai keinginan.
- Quote :
- Jadi klo semuanya ingin berbarengan jgn saling iri.....ya inilah hidup, keluarga dan kekeluargaan adalah sebuah tempat untuk bernaung dan melindungi
ya memang sih... tapi mengko nek sampeyan wes berkeluarga lagi iso ngrasak'ke. memang di era globalisasi seperti ini ,antara pria dan wanita tidak jauh berbeda .apalagi merka yang terpaksa harus merantau mengais rizki untuk memenuhi kebutuhan hidup. menurut kulo ...jika seorang istri bekerja dan suaminya sendiri mengizinkan .seharusnya suami harus menerima konsekuensi yang timbul ketika sang istri tidak dapat memenuhi tanggung jawab istri sebagai seorang ibu rumah tangga .........jadi seorang suami harus rela disibukkan dengan pekerjaan ibu rumah tangga..... karena mengizinkan istri bekerja - Quote :
- Yah memang saya akui mbak, saya memang belum berkeluarga.
Tapi bukan berarti belum berkeluarga itu tidak paham akan tata cara berumah tangga, tahu???
Cuman memang ya inilah kondisi saat ini, coba istrinya AA Gym kan 2, mereka g pernah terganggu. Malah yg tua menrima yg muda dan sebaliknya, dan tuntutan salah satu pihak pun ga ada...
Romantiskan ??? pendap mb wono singo ada benarnya. tapi contoh diatas saya fikir berlaku untuk kaum istri yang memeng kesehariannya beraktifitas sebagai ibu rumah tangga 100% sedangakan mbak manis di sini memiliki 2 peranan (nafkah+ibu RT) saya turut prihatin dengan kasus2 yang menimpa seorang istri yang harus ikut2an membanting tulang ,sedangkan tanggung jw ibu RT juga menumpuk. Apalagi ditambah dengan keegoisan seorang suami yang maunya enak sendiri........... coba kita lihat....... kisah berikut | |
| | | madi Koordinator
Lokasi : cijantung Reputation : 2 Join date : 24.05.08
| Subyek: Re: perempuan jawa Mon Sep 08, 2008 2:19 am | |
| luangkan waktu untuk membaca kisah ini
MANDIKAN AKU, BUNDA
Sebagian akhwat menganggap tugas wanita lebih sebagai manajer di rumahnya tanpa perlu dipusingkan urusan dapur dan merawat anak yang lebih pantas dilakukan oleh para bawahan, alias pembantu ataupun baby-sitter. Peran sosial dan aktualisasi diri menjadi lebih utama. Di sisi lain, tidak sedikit akhwat yang tetap "teguh" dan bangga dengan kesibukan seputar urusan dapur dan diaper ini. Mereka cukup puas dengan imbalan surga untuk jerih payahnya membenamkan muka di asap "sauna" mazola (minyak goreng) dan berparfumkan aroma popok bayi. Saya tidak hendak membahas kekurangan dan kelebihan kedua sisi ini. Seperti saya tulis di muka, sudah banyak para ulama dan ustadz yang memberikan arahan. Saya hanya ingin bertutur tentang seorang sahabat saya. Sebut saja Rani namanya. Semasa kuliah ia tergolong berotak cemerlang dan memiliki idealisme yang tinggi. Sejak awal, sikap dan konsep dirinya sudah jelas : meraih yang terbaik, baik itu dalam bidang akademis maupun bidang profesi yang akan digelutinya. Ketika Universitas mengirim kami untuk mempelajari Hukum Internasional di Universiteit Utrecht, di negerinya bunga tulip, beruntung Rani terus melangkah. Sementara saya, lebih memilih menuntaskan pendidikan kedokteran dan berpisah dengan seluk beluk hukum dan perundangan. Beruntung pula, Rani mendapat pendamping yang "setara" dengan dirinya, sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi. Alifya, buah cinta mereka lahir ketika Rani baru saja diangkat sebagai staf Diplomat bertepatan dengan tuntasnya suami Rani meraih PhD. Konon nama putera mereka itu diambil dari huruf pertama hijaiyah "alif" dan huruf terakhir "ya", jadilah nama yang enak didengar : Alifya. Tentunya filosofi yang mendasari pemilihan nama ini seindah namanya pula. Ketika Alif, panggilan untuk puteranya itu berusia 6 bulan, kesibukan Rani semakin menggila saja. Frekuensi terbang dari satu kota ke kota lain dan dari satu negara ke negara lain makin meninggi. Saya pernah bertanya," Tidakkah si Alif terlalu kecil untuk ditinggal ?" Dengan sigap Rani menjawab : " Saya sudah mempersiapkan segala sesuatunya. Everything is ok." Dan itu betul-betul ia buktikan. Perawatan dan perhatian anaknya walaupun lebih banyak dilimpahkan ke baby sitter betul-betul mengagumkan. Alif tumbuh menjadi anak yang lincah, cerdas dan pengertian. Kakek neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu tentang ibu-bapaknya. "Contohlah ayah-bunda Alif kalau Alif besar nanti." Begitu selalu nenek Alif, ibunya Rani bertutur disela-sela dongeng menjelang tidurnya. Tidak salah memang. Siapa yang tidak ingin memiliki anak atau cucu yang berhasil dalam bidang akademis dan pekerjaannya. Ketika Alif berusia 3 tahun, Rani bercerita kalau Alif minta adik. Waktu itu Ia dan suaminya menjelaskan dengan penuh kasih-sayang bahwa kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Alif. Lagi-lagi bocah kecil ini "dapat memahami" orang tuanya. Mengagumkan memang. Alif bukan tipe anak yang suka merengek. Kalau kedua orang tuanya pulang larut, ia jarang sekali ngambek. Kisah Rani, Alif selalu menyambutnya dengan penuh kebahagiaan. Rani bahkan menyebutnya malaikat kecil. Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orang tua sibuk, Alif tetap tumbuh penuh cinta. Diam-diam hati kecil saya menginginkan anak seperti Alif. Suatu hari, menjelang Rani berangkat ke kantor, entah mengapa Alif menolak dimandikan baby-sitternya. "Alif ingin bunda mandikan." Ujarnya. Karuan saja Rani yang dari detik ke detik waktunya sangat diperhitungkan, menjadi gusar. Tak urung suaminya turut membujuk agar Alif mau mandi dengan tante Mien, baby-sitternya. Persitiwa ini berulang sampai hampir sepekan," Bunda, mandikan Alif" begitu setiap pagi. Rani dan suaminya berpikir, mungkin karena Alif sedang dalam masa peralihan ke masa sekolah jadinya agak minta perhatian. Suatu sore, saya dikejutkan telponnya Mien, sang baby sitter. " Bu dokter, Alif demam dan kejang-kejang. Sekarang di Emergency". Setengah terbang, saya pun ngebut ke UGD. But it was too late. Allah sudah punya rencana lain. Alif, si Malaikat kecil keburu dipanggil pemiliknya. Rani, bundanya tercinta, yang ketika diberi tahu sedang meresmikan kantor barunya,shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah memandikan anaknya. Dan itu memang ia lakukan, meski setelah tubuh si kecil terbaring kaku. " Ini bunda, Lif. Bunda mandikan Alif." Ucapnya lirih, namun teramat pedih. Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, kami masih berdiri mematung. Berkali-kali Rani, sahabatku yang tegar itu berkata, " Ini sudah takdir, iya kan ? Aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah saatnya, dia pergi juga kan ?". Saya diam saja mendengarkan. " Ini konsekuensi dari sebuah pilihan." lanjutnya lagi, tetap tegar dan kuat. Hening sejenak. Angin senja berbaur aroma kamboja. Tiba-tiba Rani tertunduk. " Aku ibunya !" serunya kemudian," Bangunlah Lif. Bunda mau mandikan Alif. Beri kesempatan bunda sekali lagi saja, Lif". Rintihan itu begitu menyayat. Detik berikutnya ia bersimpuh sambil mengais-kais tanah merah.... *** Sekali lagi, saya tidak ingin membahas perbedaan sudut pandang pembagian tugas suami isteri. Hanya saja, sekiranya si kecil kita juga bergelayut :"Mandikan aku, Bunda ." Akankah kita menolak ? Ataukah menunggu sampai terlambat ?
Wassalam, | |
| | | madi Koordinator
Lokasi : cijantung Reputation : 2 Join date : 24.05.08
| Subyek: Re: perempuan jawa Mon Sep 08, 2008 2:34 am | |
| | |
| | | jutex Koordinator
Lokasi : YogYaKarta Reputation : 0 Join date : 03.06.08
| Subyek: Re: perempuan jawa Mon Sep 08, 2008 4:16 pm | |
| | |
| | | madi Koordinator
Lokasi : cijantung Reputation : 2 Join date : 24.05.08
| Subyek: Re: perempuan jawa Wed Sep 10, 2008 8:53 am | |
| | |
| | | madi Koordinator
Lokasi : cijantung Reputation : 2 Join date : 24.05.08
| Subyek: Re: perempuan jawa Thu Sep 11, 2008 11:58 am | |
| | |
| | | Wonosingo Ngali Kidul Pengawas
Lokasi : Gunungkidul Reputation : 20 Join date : 06.05.08
| Subyek: Re: perempuan jawa Fri Sep 12, 2008 12:35 pm | |
| "WANITA-WANITA CANTIK" KOLEKSI MUSEUM MPU TANTULAR
Wanita adalah salah satu bukti kebesaran Allah SWT, diantara berjuta-juta bukti yang lainnya. Bagaimana tidak, makhluk indah yang sering juga disebut dengan istilah perempuan atau betina (yang ini khusus untuk binatang) selalu menjadi bahan pembicaraan yang menarik, selalu dianggap sebagai sumber inspirasi seniman baik bagi seorang pelukis, penari sampai seorang sastrawan dan yang lebih unik lagi wanita selalu menyuburkan rasa iri yang memang sudah menjadi sifat manusia yang sangat manusiawi.
Pesona wanita sejak dulu hingga sekarang sebetulnya tidak pernah berkurang atau bertambah, hanya tentu saja pada jaman sekarang peranan wanita yang lebih bervariasi dalam pola kehidupan masyarakat, membuat wanita semakin menonjol untuk dibicarakan dan dibahas (terutama oleh kaum lelaki). Membicarakan wanita tidak bisa terlepas dari bentuk tubuh, seksualitas, serta intelektualitasnya. Nampaknya akan terlihat aneh apabila menggambarkan seorang wanita tanpa tambahan komentar khusus mengenai bentuk tubuh ataupun paras wajahnya. Walaupun begitu dari abad ke abad, dari jaman kecantikan khas Nefertiti (permaisuri raja Mesir "Fir'aun") hingga jaman yang sering dianggap sebagai abad "Internet" ini, wanita selalu dianggap sebagai makhluk yang menyimpan berjuta misteri, terkadang terlihat menarik untuk diraih, namun sulit untuk ditaklukkan. Bahkan yang lebih menunjukkan kekuasaan kaum wanita adalah dunia mode, wajar-wajar saja seorang wanita yang bersikap tomboy, malahan untuk orang-orang tertentu sifat ini dianggap menggemaskan dan menarik untuk disimak. Sebaliknya coba saja bila seorang laki-laki yang bersikap kewanita- wanitaan bukan sikap simpatik yang akan dia dapatkan melainkan cemoohan dan pandangan negatiflah yang menghampirinya. Mode-mode pakaian dari dulu hingga sekarang selalu dikuasai oleh pemenuhan selera berpakaian kaum wanita, bahkan kemudian timbul istilah unisex untuk beberapa model baju tertentu yang inspirasi dasarnya dari busana laki-laki yang kemudian divariasi sehingga menjadi busana wanita. Dalam tulisan ini yang akan diuraikan adalah tipe-tipe wanita yang dianggap mempunyai kharisma dan ciri khas tertentu, sehingga sering dianggap sebagai simbol kecantikan yang berasal dari sekitar abad X hingga abad XIV Masehi. Namun tokh tetap relevan hingga saat ini. Museum Mpu Tantular sesungguhnya perlu berbangga hati karena mempunyai 4 (empat) model atau tipe kecantikan wanita yang masing-masing mempunyai kekhasan sendiri-sendiri. Yang pertama adalah kecantikan yang klasik, anggun, intelektual. Wanita tipe ini biasanya tidak mempunyai warna kecantikan yang amat menonjol, namun biasanya dari pancaran matanya serta gerak dan lekuk tubuhnya yang luwes dan penuh kelembutan akan memberikan ketenangan bagi yang berdekatan dengannya. Sehingga seolah-olah mereka digambarkan rapuh dan ringkih, padahal sebetulnya tidak begitu. Contoh tipe ini adalah Prajnaparamita. Patung koleksi Museum Mpu Tantular sebenarnya merupakan replika, sedangkan aslinya menjadi koleksi Museum Nasional Jakarta. Prajnaparamita adalah wujud antropomorpik dari pustaka (kitab keagamaan Buddha). Selain itu Prajnaparamita juga dianggap sebagai pancaran dari Dhyani Buddha Aksobhya bahkan kadang-kadang dianggap sebagai pancaran dari semua Dhyani Buddha. Pada masa kemudian Prajnaparamita dianggap sebagai sakti dari Vajradhara (Adibuddha). Namun maksud dari pembuatan patung ini adalah untuk menggambarkan Ken Dedes isteri Ken Arok raja Singosari yang bergelar Rajasa Amurwabhumi dan memerintah dari tahun 1227 M hingga tahun 1227 M. Dalam kitab-kitab sastra Jawa kuno, memang disebutkan kecantikan dari Ken Dedes tersebut. Pada awalnya Ken Dedes adalah seorang isteri adipati Tumapel bernama Tunggul Ametung, karena daya pikatnya yang begitu besar membuat Ken Arok mabuk kepayang dan bertekad bulat untuk menjadikannya permaisuri. Akhirnya keinginan Ken Arok tercapai, setelah berhasil membunuh Tunggul Ametung, Ken Arok pun berhasil menjadikan Ken Dedes wanita yang paling berbahagia di dunia, menjadi permaisuri seorang raja yang gagah perkasa dan tampan, kaya raya (ukuran pada masa itu) mempunyai istana yang megah dan mestinya dilengkapi dengan peralatan yang serba canggih, serta memiliki perhiasan yang aduhai banyaknya, sehingga sekujur badannya dipenuhi dengan untaian mutiara, intan, berlian dari ujung kaki hingga ujung rambutnya. Begitulah yang terlihat pada penggambaran Ken Dedes sebagai Prajnaparamita, selain mengena- kan pakaian yang terbuat dari kain yang halus, juga mengenakan cincin kaki gelang kaki (nupura), ikat pinggul, ikat pinggang (kali bandha), kalung (hara) kelat bahu (keyura), gelang (kankana), serta anting- anting yang terbuat dari untaian mutiara (kundala). Dalam agama budha, Prajnaparamita selain dikenal sebagai sakti Buddha tertinggi yaitu Adibuddha, juga dianggap sebagai simbol ilmu pengetahuan, karena itu dalam ikonografinya dia selalu digambarkan membawa utpala yang diatasnya terdapat pustaka, karena sebagai dewi ilmu pengetahuan, dia juga dianggap mampu mengusir kegelapan (dari ilmu pengetahuan, kebodohan) menjadi keterangbenderangan, juga dipuja sebagai dewi pembawa kedamaian, ketenangan. Karena peranannya itulah maka Prajnaparamita banyak dipuja dan menjadi sangat populer bagi pemeluk agama Buddha. Tipe kecantikan yang kedua adalah kecantikan yang bersifat melindungi, memberikan ketenangan, rasa aman dan kasih seperti seorang ibu kepada anaknya. Tipe ini digambarkan sebagai seorang wanita yang lembut, dan biasanya juga tidak cantik sekali, namun wajahnya nampak sabar (santha) dengan pandangan mata teduh dan bentuk tubuh yang agak tambun, mempunyai buah dada yang besar, pinggul dan pinggang lebar namun menunjukkan adanya kekuatan. Di Museum Mpu Tantular tipe ini diwakili dengan patung Parwati. Parwati adalah sakti dewa Siwa. Dikenal sebagai simbol wanita yang benar-benar mempunyai seluruh syarat terbaik sebagai seorang wanita, ibu dan istri. Selain itu Parwati juga dianggap sebagai dewi lambang kesuburan, bersama-sama dengan Siwa, mereka berdua sering digambarkan sebagai yoni (simbol wanita) dan lingga (simbol laki- laki) yang nantinya akan melahirkan kekuatan, dan kelangsungan hidup manusia. Kecantikan tipe yang ketiga adalah tipe yang sekarang biasa disebut agresif (dalam pengertian yang positif) mungkin sebagai gambaran watak dan sikap remaja-remaja kita saat ini, mereka tidak hanya mau menerima namun juga mampu untuk mengambil sikap dan tindakan yang tegas. Tipe ini memang sangat menarik untuk disimak, mereka selain digambarkan mempunyai bentuk badan dengan lekuk- lekuk yang sempurna (bak gitar Spanyol) luwes namun berotot juga seringkali digambarkan bersikap dinamis tanpa menunjukkan sikap kejam dan semena-mena, berwajah cantik, menunjukkan kecerdasan dari bentuk mata serta pandangannya dan menunjukkan kematangan jiwanya. Tipe seperti ini diwakili dengan patung Durga Mahisasuramardhini, walaupun dalam penggambarannya Durga disebutkan dalam adegan kemenangan setelah berhasil mengalahkan asura yang berubah bentuk seperti kerbau yang sangat besar. Namun yang menarik dalam adegan ini tidak digambarkan Durga sebagai wanita yang kejam dan berbadan kekar kelaki-lakian, sebaliknya Durga tetap digambarkan feminim, cantik dan menarik. Hal ini jelas tertuang dalam mitologi, bahwa untuk mengalahkan asura berupa kerbau jantan yang sangat besar tersebut memang dewa Siwa telah menciptakan seorang dewi yang sangat cantik dan penuh pesona, setelah wujud dewi tadi terbentuk barulah para dewa yang lain melengkapi dengan memberikan berbagai jenis senjata yang nantinya dapat digunakan oleh Durga dalam melawan Asura. Bahkan ada beberapa kitab yang menunjukkan bahwa badan Durga juga dibuat bersama-sama oleh para dewa dengan cara menyatukan kekuatan dalam masing-masing dewa, sehingga menghasilkan makhluk yang sangat cantik namun mempunyai kesaktian yang sangat tinggi pula. Mungkin maksud yang lebih dalam dari cerita ini bisa lebih kita sederhanakan, bahwa bagaimanapunjuga kekejaman (seseorang) akan bisa terkalahkan dengan sikap yang sebaliknya yaitu kelemahlembutan namun tetap memendam kekuatan. Mungkin gambaran cerita Durga ini bisa kita terapkan pada kehidupan kaum wanita saat ini, yaitu untuk melawan kediktatoran kaum laki-laki kita tidak harus melawan dengan kekerasan namun justru dengan menonjolkan kefemininan kita, kita akan bisa mengalahkannya. Tipe yang terakhir atau keempat boleh dikatakan adalah tipe kecantikan yang serba kaku, keras kepala, menunjukkan ke-aku-an yang menonjol, bahkan dalam gerakannya terlihat keinginan untuk diperhatikan. Tipe ini juga nampak garang dan terkesan tidak bisa menyembunyikan apa yang tengah dialami, dan justru inilah daya tariknya. Tipe ini diwakili oleh patung Durga Mahesasuramardhini yang berasal dari candi Rimbi. Sebagaimana disebutkan di atas dalam ikonografinya Durga paling sering digambarkan dalam adegan mengalahkan Asura, namun di Jawa (atau Indonesia umumnya) sangat jarang ditemukan wajah Durga yang menunjukkan dirinya sebagai seorang raksasi, sebaliknya Durga selalu digambarkan dengan penuh kelembutan seorang wanita. Yang nampak lain adalah patung Durga dari candi Rimbi ini. Patung Durga dari candi Rimbi ini digambarkan berdiri dengan kedua kaki terbentang (pada umumnya Durga digambarkan dalam sikap tribhangga), menyeringai sehingga memperlihatkan gigi taringnya yang tajam, mata melotot dan rambut terurai tak beraturan. Hal ini tentu saja disebabkan karena pengaruh dari aliran keagamaan yang melatar belakangi pembuatan patung tersebut, yaitu aliran Tantrayana. Tantrayana adalah salah satu aliran dalam agama Hindu yang mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan raja Kertanegara, yaitu akhir dari kerajaan Singosari, walaupun beberapa ahli berpendapat bahwa agama Hindu yang masuk di Indonesia sudah menunjukkan adanya pengaruh Tantris tersebut. Salah satu dari ciri aliran ini adalah menonjolnya peranan dewi atau sakti (pendamping dewa yang mempunyai ciri dan kekhasan serta kekuatan sama dengan dewa yang didampingi) dewa dalam alam pikir mereka, karena para penganut Tantris berpendapat bahwa persatuan antara laki-laki dan perempuan inilah yang akan menghasilkan kekuatan yang akan membawa ke nirvana. Selain itu ciri aliran ini juga terlihat dalam ikonografi beberapa dewa dan dewi, dalam penggambaran dewa dan dewinya seringkali dalam bentuk krodha, kemarahan, bahkan ada beberapa yang dilengkapi dengan atribut tengkorak, ada pula yang dalam ikonografinya terlihat dalam bentuk yang sangat berlebihan. Tidak bisa dipungkiri, bahwa para seniman masa kebudayaan Hindu-Buddha biasa disebut seniman keagamaan, karena mereka membuat patung dewa berdasarkan pada aturan-aturan tertentu yang sudah tertulis dalam kitab-kitab keagamaan mereka. Kitab-kitab tersebut pada awalnya hanya berupa sebentuk puji-pujian kepada dewa, kemudian dewa- dewa yang tertulis didalam kitab tersebut diwujudkan dalam bentuk patung yang disebut antropomorphik (mewujudkan dalam bentuk manusia). Pada beberapa peninggalan kuno di Jawa Tengah aturan-aturan yang ada didalam kitab keagamaan masih relatif ditaati, lain halnya dengan periode Jawa Timur. Banyak sekali para seniman yang telah menambah ataupun sedikit mengganti atribut dewa dengan tujuan untuk lebih mendukung fungsi dan peranan dewa tersebut, hal ini tentu saja bisa dihubungkan dengan menjamurnya kebiasaan para raja di Jawa Timur yang menganggap dirinya adalah titisan dewa tertentu sebagai sarana untuk melegitimasi diri. Seniman bagaimanapun juga tetap seniman, yang mengagungkan karya seni. Dalam berkarya mereka tidak akan bisa berhasil maksimal apabila diharuskan memenuhi berbagai macam syarat, bagaimanapun kreatifitas mereka sebagai jati diri tetap akan muncul dalam hasil karya mereka. Begitu pula dalam melukiskan atau membuat patung dewi, secara tidak sadar mereka akan membayangkan watak dan peranan dewi tersebut. Dengan merangkai bayangan itu, maka mereka dapat dengan lancar membentuk wujud dewi tersebut dalam pahatan mereka, tanpa melenceng jauh dari aturan yang berlaku. Sebagai contoh; Parwati dalam masyarakat Hindu dianggap sebagai prototipe wanita yang penuh sifat keibuan, lembut, dan bahkan kemudian dianggap sebagai dewi simbol kesuburan. Biasanya orang akan lebih mudah membayangkan sesuatu dengan mengambil perbandingan dari apa yang sering terlihat sehari-hari. Tidak mungkin bukan seorang simbol kesuburan digambarkan berpinggang ramping, dan berotot tentu saja untuk memperjelas peranan Parwati, dia digambarkan dengan pinggang yang lebar dan sedikit gemuk, sederhana namun tetap menonjolkan daya tariknya sebagai seorang wanita. Tentu saja lebih mudah bagi seorang seniman menggambarkan dewi kesuburan dengan membayangkan wajah ibunya, pada umumnya wanita yang sudah pernah melahirkan akan terlihat dari perubahan bentuk tubuhnya namun tokh perubahan itu tidak selalu mengurangi kecantikannya. Demikian juga halnya pada penggambaran Prajnaparamita, Durga Mahisasuramardhini pada umumnya dan khusus di candi Rimbi. Abad demi abad telah berlalu, namun tokh keempat tipe kecantikan wanita tersebut masih saja tetap ada dan masing-masing tipe mempunyai daya tarik yang berlainan. Sekarang tinggal bagaimana dengan anda? Apakah ada salah satu dari keempat tipe itu yang merupakan idola atau mungkin anda merupakan wujud nyata dari salah satu tipe tersebut? Nah silahkan menilai diri anda sendiri. Sumber : buku Nawasari Warta edisi III pebruari 1996
================ Seputar Tentang Syekh Siti Djenar Asyiknya Nulis Jowo Menulis Cerita-cerita pendek Cinta Ohh Cinta Nyinau Filsafat Kita & Modern Puisi-puisi Cinta Berbagi Kata-kata Mutiara/pepatah/wejangan TEntang Pendidikan Berbagi Ndongeng | |
| | | Wonosingo Ngali Kidul Pengawas
Lokasi : Gunungkidul Reputation : 20 Join date : 06.05.08
| Subyek: Re: perempuan jawa Fri Sep 12, 2008 12:42 pm | |
|
Tipe Wanita Jawa Ideal menurut KAMASUTRA JAWA
Oleh : Dito Anurogo, S.ked
KabarIndonesia - Masyarakat Jawa Kuno telah mengenal dua macam tipe wanita yang pantas dinikahi:
1. Tipe Padmanagara
Tipe ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. lambe iwir manggis karengat (bibir bagaikan buah manggis terbuka) b. liringe sor madu juruh (kerling matanya mengalahkan manisnya juruh madu) c. sor tang nyuh danta santene(payudaranya mengalahkan kelapa gading) d. wangkong iwir limas angene(pantat bagai limas yang baik) e. wentis iwir pudak angrawit (betis bagai bunga pudak yang mempesona) f. dalamakan gamparan gading (telapak kaki seperti gamparan gading) g. adege padmanagara (tubuhnya seperti padmanagara) h. lumampah giwang lan gangsa (lenggangnya beralun senada gamelan, seperti seekor angsa) i. panepi iwir patrem konus (pinggang bagai patrem terhunus) j. pupu iwir pol ginempotan (paha bagai daun palma yang diserut halus).
2. Tipe Nariswari
Tipe ini memiliki ciri-ciri: murub rahasyanipun (menyala rahasianya). Ciri-ciri lainnya berkaitan dengan tingkat spiritualitas dan inner beauty wanita. Ken Dedes merupakan contoh tipe ini.
Adapun tipe wanita jawa ideal adalah sebagai berikut:
1. Kusuma Wicitra Ibaratnya bunga mekar yang sangat mempesona, yang siap untuk dipetik. Wanita yang ideal sebaiknya mempersiapkan dirinya dengan ilmu pengetahuan dan agama, mengharumkan dirinya dengan perbuatan baik, menjaga kehormatan dan kesucian dirinya.
2. Padma Sari Ibaratnya bunga teratai yang sedang mekar di kolam. Bunga teratai dalam budaya Jawa merupakan simbul kemesraan, sehingga yang dimaksudkan dengan wanita ideal dalam konsep ini adalah wanita cantik yang penuh kasih mesra hanya bila bersama dengan suaminya.
3. Sri Pagulingan Ibaratnya cahaya yang sangat indah di peraduan/singgasana raja. Wanita yang ideal sebaiknya tidak hanya cantik jasmaninya, namun juga dapat mempersembahkan dan menunjukkan kecantikannya hanya kepada suaminya ketika berolah asmara di peraduan.
4. Sri Tumurun Ibaratnya bidadari nirwana yang turun ke dunia. Wanita yang ideal sebaiknya cantik raga dan jiwanya. Ini dibuktikan dengan kesediannya untuk “turun”, berinteraksi dengan rakyat jelata, kaum yang terpinggirkan untuk menebarkan cahaya cinta dan berbagi kasih.
5. Sesotya Sinangling Ibaratnya intan yang amat indah, berkilauan. Wanita yang ideal sebaiknya selalu dapat menjadi perhiasan hanya bagi suaminya, sehingga dapat memperindah dan mencerahkan hidup dan masa depan suaminya, juga keluarganya.
6. Traju Mas Ibaratnya alat untuk menimbang emas. Ini merupakan simbol wanita setia yang selalu dapat memberikan saran, pertimbangan, nasihat, demi terciptanya keluarga yang sakinah.
7. Gedhong Kencana Ibaratnya gedung atau rumah yang terbuat dari emas, dan berhiaskan emas. Ini merupakan simbul wanita yang berhati teduh dan berjiwa teguh sehingga dapat memberikan kehangatan dan kedamaian bagi suami dan keluarganya.
8. Sawur Sari Ibaratnya bunga yang harum semerbak. Wanita yang ideal sebaiknya dikenal karena kebaikan hatinya, keluhuran budi pekertinya, kehalusan perasaannya, keluasan ilmunya, kemuliaan akhlaknya. Kecantikan fisik dan kekayaan harta yang dimiliki wanita hanya sebagai pelengkap, bukan syarat mutlak seorang wanita ideal.
9. Pandhan Kanginan Ibaratnya pandhan wangi yang tertiup angin. Ini merupakan simbul wanita yang amat menggairahkan, menawan, dan memikat hati. Dapat dilukiskan sebagai: tinggi semampai, berparas cantik, berkulit kuning langsat, berbibir merah alami, berpayudara montok, murah senyum, tidak terlalu gemuk dan tidak terlalu kurus, dapat memberikan keturunan.
Dalam Serat Yadnyasusila dijelaskan tentang tiga hal yang harus dimiliki oleh seorang wanita agar dapat menjadi wanita idaman:
1.Merak ati atau mrak ati Berarti: membina kemanisan dengan mempercantik dan merawat diri (ngadi warni), memperindah busana (ngadi busana), berwajah ceria (ngadi wadana), murah senyum (sumeh), santun dalam bertutur kata (ngadi wicara), dan sopan serta luwes dalam berperilaku (ngadi solah bawa).
2.Gemati Berarti siap untuk merawat, mengasuh, mendidik putra-putrinya, mengatur rumah tangga, melayani suami dengan penuh keikhlasan.
3.Luluh Berarti mampu selalu menyenangkan hati suaminya, selalu menyediakan waktu setiap hari untuk suami dan anak-anaknya, sabar dan gembira saat mengasuh anak-anaknya, dan selalu berusaha menciptakan keseimbangan dan keharmonisan dalam keluarganya.
Untuk memilih (menikahi) wanita, dalam tradisi Jawa ada beberapa faktor yang biasanya menjadi bahan pertimbangan:
1.Bibit Berkaitan dengan kecantikan wanita baik secara lahiriah maupun batiniah.
2.Bebet Berkaitan dengan kemampuan dan kekayaan ayah wanita yang akan dinikahi.
3.Bobot Berkaitan dengan asal-usul atau keturunan wanita yang akan dinikahi.
sumber : http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=12&dn=20071126215515
================ Seputar Tentang Syekh Siti Djenar Asyiknya Nulis Jowo Menulis Cerita-cerita pendek Cinta Ohh Cinta Nyinau Filsafat Kita & Modern Puisi-puisi Cinta Berbagi Kata-kata Mutiara/pepatah/wejangan TEntang Pendidikan Berbagi Ndongeng | |
| | | Wonosingo Ngali Kidul Pengawas
Lokasi : Gunungkidul Reputation : 20 Join date : 06.05.08
| Subyek: Re: perempuan jawa Fri Sep 12, 2008 12:50 pm | |
| Gairah wanita menurut Primbon Jawa Masih seputar Primbon , halah kok nggak abis-abis ya,..
Kunci Emas Wanita ini termasuk baik dan setia. Meskipun gairah seksualnya tidak menonjol, tapi ia mampu mengimbangi pasangannya. Kalau pria pasangannya memperlakukannya dengan penuh kasih, ia bisa jadi wanita yang menggairahkan. Tapi, ia cenderung tertarik pada wanita sejenis.
Ciri fisik : Tubuhnya panjang, tapi kakinya agak pendek tak prposional. Rambutnya tumbuh subur tebal, demikian pula bulu rambutnya. Muka dan payudaranya kecil.
Bunga Restu Ia termasuk wanita pendiam, demikian juga di tempat tidur. Ia pasif, tak peduli pada pasangannya. Pria pasangannya perlu kesabaran dan memanasinya, karena pada dasarnya ia bisa menjadi pasangan yang menyenangkan. Apalagi, menurut orang Jawa, tipe wanita ini mendatangkan rejeki.
Ciri fisik :Tubuh besar, kukuh dan cenderung pendek. Muka dan dahinya kecil, mulutnya agak tebal, rambutnya tebal.
Bintang berkerlip Dari penampilan fisik, wanita ini punya sex appeal yang tinggi. Pria membayangkan ia punya gairah seks yang besar, padahal biasa-biasa saja. Ia bukan penikmat seks, tapi lebih memikirkan urusan rumah tangga dan masa depan anaknya. Ia tipe istri yang baik, setia dan tabah dalam menghadapi persoalan.
Ciri fisik :Bertubuh tinggi semampai, berpinggang kecil dengan pinggul besar. Rambutnya lurus sedang, mata sayup-sayup tertutup, hidung besar.
Bintang Siaga Bukan hanya gairahnya yang kurang, tapi juga dalam hal olah asmara. Ia terlalu monoton, tidak ada keinginan untuk meningkatkan kemahiran dan belajar bagaimana menikmati seks. Seks baginya seperti kewajiban saja, sehingga pasangannya cenderung kecewa.
Ciri fisik ; Tubuh sedang, tidak tinggi, tidak pendek cenderung kecil. Wajahnya bulat, bermata sayup seperti mengantuk. Mulut lebar, bibir atas lebih kecil dari bibir bawah, telinga melebar keluar.
Seroja Bergoyang Secara fisik, ia sangat menarik. Tetapi secara personal, ia bukan wanita yang ceria, cenderung pemuram dan pesimistis. Ia lebih sering cemberut dibanding tertawa dan tersenyum. Pantas kalau ia tampak lebih tua dibanding umurnya. Dalam hal asmara, ia tak semenarik penampilannya. Tapi bagi pria yang egois dan butuh kecepatan, wanita ini bisa saja jadi pasangan yang cocok. Apalagi, Si Seroja bergoyang ini bukan tipe penuntut.
Ciri fisik :Tubuhnya bagus, meskipun berdada kecil, tapi padat berisi. Beralis tebal, mulut kecil dengan bibir sensual. Pinggulnya tmpak seksi berisi.
Bunga Indah Dari segi fisik, wanita ini tampak ideal. Dan ia memang tipe wanita yang setia, berbakti pada pria pasangannya, bahkan sebagian rela tak peduli pasangannya punya WIL. Memang meskipun fisik dan perilakunya mengundang hasrat besar pria, tapi tidak demikian reaksi seksualnya. Ia tipe wanita dingin, yang sekadarnya saja dalam olah asmara. Ia sudah merasa cukup dan damai kalau dicukupi kebutuhan materialnya.
Ciri fisik:Tubuh tinggi dengan payudara besar menelungkup ke dalam sehingga tampak indah. Kakinya juga panjang, kalau duduk sering ditumpangkan satu dengan yang lain, dan kalau berjalan lenggang lenggok. Kulitnya putih, berwajah bulat, matanya suka mengerdip indah.
Pikat Mutiara Sebenarnya ia tipe wanita yang cerdas, kata-katanya terpilih dan penuh perhatian. Ia tipe teman yang baik. Ketidaksukaannya berterus terang, membuat olah asmaranya dingin kalau pria pasangannya tak menangkap keinginannya. Wanita mutiara ini lebih suka memberikan bahasa isyarat, sehingga pihak pria harus peka dan tanggap. Ia sebenarnya pencinta yang baik, meskipun gairahnya kecil saja. Tapi buka berarti tak ada kebahagiaan, lho.
Ciri fisik: Tinggi dengan punggung agak membungkuk, tapi berpayudara kecil. Leher panjang, dahi lebar, mulut lebar dan dari kejauhan tampak memikat.
Sri Tumurun Meskipun tinggi semampai, sex appeal-nya rendah. Ia lebih menarik menjadi teman karena ia ramah, sopan dan pandai bertutur kata. Sebenarnya, ia tipe istri yang baik karena jenis subur dan membawa berkah. Dalam kultur Jawa, ia adalah titisan Sri, Dewa Padi. Tapi dalam olah asmara, wanita Sri ini cenderung dingin, bahkan frigid. Pria pasangannya sering dibuatnya jengkel dan kesal karena itu. Dan Sri tidak begitu peduli.
Ciri fisik ;Tubuh tinggi, kaki panjang, dada tipis. Mukanya bulat, kaki panjang, dada tipis. Mukanya bulat, mulut lebar, bibir tebal, rambut lemas, bertumit besar.
Ciri-ciri untuk yang laki-laki kok nggak ada ya? ... Mungkin jaman dulu wanita diposisikan sebagai "Konco Wingking" atau obyek saja atau bagaimana menurut anda ? ================ Seputar Tentang Syekh Siti Djenar Asyiknya Nulis Jowo Menulis Cerita-cerita pendek Cinta Ohh Cinta Nyinau Filsafat Kita & Modern Puisi-puisi Cinta Berbagi Kata-kata Mutiara/pepatah/wejangan TEntang Pendidikan Berbagi Ndongeng | |
| | | Wonosingo Ngali Kidul Pengawas
Lokasi : Gunungkidul Reputation : 20 Join date : 06.05.08
| Subyek: Re: perempuan jawa Fri Sep 12, 2008 12:54 pm | |
| Pesona Dibalik Kelembutan Wanita Jawa
Alon-Alon Waton Kelakon. Ungkapan ini terlihat begitu melekat dalam kehidupan masyarakat kota Yogyakarta di hari pertama, saat aku menginjakkan kaki di kota ini liburan panjang kemarin. Pemandangan kontras yang biasa aku temui dalam kehidupanku sehari-hari di jakarta. Suasana seperti inilah yang meng-sahkan, bahwa masyarakat jawa memang tidak lepas dari sikap sabar dan telaten.
Namun entah mengapa, saat meng-eja kata alon-alon, yang berarti pelan-pelan, tiba-tiba aku ingin membicarakan mengenai wanita, khususnya wanita jawa. Mungkin karena bagiku, wanita adalah salah satu bukti kebesaran Allah diantara berjuta bukti-bukti yang lainnya. Bagiku, wanita adalah makhluk indah yang Allah diciptakan dengan segala kelebihannya. Kata alon-alon seolah mencerminkan sosok wanita jawa yang sabar dan tidak terburu-buru dalam mengerjakan sesuatu.
Wanita memang memiliki berbagai macam karakter. Namun jika diamati secara mendalam, sepertinya tipe wanita jawa lebih pada tipe wanita yang memiliki sifat melindungi, memberikan ketenangan, rasa aman dan kasih sayang seperti seorang ibu kepada anaknya. Ini adalah citra yang aku lihat dari seorang wanita jawa, karena kebetulan ibuku juga berdarah asli jawa….seorang wanita lembut meski secara fisik tidak selalu cantik, namun wajahnya tampak selalu sabar, dengan pandangan mata yang teduh, namun menunjukkan adanya kekuatan.
Di dalam buku Suluk Tambangraras yang di tulis pada tahun 1809 atas permintaan Raja Paku Buwana V. Digambarkan bahwa sosok wanita jawa itu seperti lima jari. Ibarat jempol, istri harus pol mengabdi kepada suami. Ibarat Jari telunjuk, istri harus mentaati perintah suami. Ibarat panunggul (jari tengah), istri harus bangga akan suaminya, bagaimanapun keadaannya. Ibarat jari manis, istri harus selalu bersikap manis dengan suami. Dan ibarat jejenthik (jari kelingking), istri harus selalu berhati-hati, teliti, rajin dan terampil dalam melayani suami dan anak2nya.
Oleh karena itu secara garis besar, wanita jawa pada umumnya memiliki sifat dasar penurut, setia, lembut. Hal ini bisa dilihat dari bagaimana sikap mereka dalam menghargai laki-laki. Tidak banyak menuntut dan mematuhi suami. Kalaupun ada bentuk protes yang ingin disampaikan kepada suami, cenderung dengan cara yang lembut dan penuh kasih sayang. Sifat dasar berikutnya adalah hemat dan mau hidup susah. Hal ini bisa dilihat dalam kesederhanaan penampilan kesehariannya. Terutama wanita-wanita yang memang masih bertahan hidup di jawa. Mereka tidak berlebihan dalam berpenampilan. Cenderung hemat dan mau diajak bersama-sama memulai kehidupan dari nol meskipun dengan susah payah. Dan sifat mendasar yang terakhir adalah tangguh, pekerja keras dan pantang menyerah. Bukan pemandangan aneh, saat kita berada pada daerah pedesaan, dapat kita temui wanita-wanita jawa bekerja di sawah atau bahkan disektor industri kecil guna menopang ekonomi rumah tangganya.
Sebenarnya bukan tanpa alasan, ketika seorang anak perempuan diharapkan mewarisi sifat-sifat seperti tersebut di atas. Karena bagi masyarakat jawa sendiri, untuk bisa berhasil menjadi wanita yang ideal, yang akan membawanya berhasil dalam menjalankan segala perannya, maka wanita jawa harus memenuhi watak-watak yang bisa mendukungnya mencapai sebuah keberhasilan.
Yang pertama adalah watak wedi, yang artinya kerelaan, kepatuhan kepada suami, tidak mudah mencela, membantah atau menolak pembicaraan dengan cara yang tidak santun.
Kemudian adalagi watak gemi. Atau biasa dikenal dengan istilah gemi nastiti ngati ati. Ini adalah sifat hemat, tidak boros dan selalu bersyukur dengan nafkah yang diberikan oleh suami, berapapun itu. Berhati-hati dalam berkata-kata dan pandai menyimpan rahasia dan harta suami.
Dan yang terakhir adalah watak gemati atau sifat penuh kasih sayang. Salah satunya adalah dengan memanjakan suami dan keluarga. Berusaha memahami apa yang disuka dan tidak disuka oleh suami. Mungkin alasan ini juga lah yang menjadikan wajib pelajaran memasak bagi anak-anak perempuan dalam masyarakat jawa. Di jaman yang segalanya mudah mendapatkan ini, tetap saja membuat masakan sendiri makanan untuk keluarga adalah sebagai ungkapan kasih sayang seorang istri kepada suami dan anak-anaknya.
Jika dilihat, sebenarnya tiga watak tersebut lebih bersifat universal. Siapa yang tidak ingin memiliki wanita pendamping hidup dengan memiliki sifat seperti itu. Memang, tidak semua wanita jawa memiliki sifat sifat mendasar tersebut. Perubahan jaman telah banyak memberikan pengaruh dalam kehidupan mereka. Namun satu hal yang mungkin perlu diingat para wanita jawa, bahwa:
Wanita jawa itu harus memiliki identitas, mengerti unggah ungguh, mengerti tatakrama, lemah lembut dan pemalu, pantang menyerah, tangguh dan setia.
Wanita jawa …. masih adakah yang mewarisi sifat-sifat itu? Sesungguhnya ada pesona di balik lemah lembut tindak lakumu yang harus selalu kau terapkan dalam kehidupan sehari-hari dan kau warisi untuk generasi setelahmu.
sumber: Bongkar2 File ================ Seputar Tentang Syekh Siti Djenar Asyiknya Nulis Jowo Menulis Cerita-cerita pendek Cinta Ohh Cinta Nyinau Filsafat Kita & Modern Puisi-puisi Cinta Berbagi Kata-kata Mutiara/pepatah/wejangan TEntang Pendidikan Berbagi Ndongeng | |
| | | dwikoe Camat
Lokasi : cedak kebun Raya Bogor Reputation : 1 Join date : 19.06.08
| Subyek: Re: perempuan jawa Wed Sep 17, 2008 3:17 pm | |
| mumet aku kang moco ciri2 kui.....!!!!!!!!!!
pokoknya aku bangga sebagai perempuan..... karena hanya perempuan yang bisa mengandung, melahirkan dan menyusui anak-anaknya.... | |
| | | madi Koordinator
Lokasi : cijantung Reputation : 2 Join date : 24.05.08
| Subyek: Re: perempuan jawa Wed Sep 17, 2008 4:57 pm | |
| - dwikoe wrote:
- mumet aku kang moco ciri2 kui.....!!!!!!!!!!
pokoknya aku bangga sebagai perempuan..... karena hanya perempuan yang bisa mengandung, melahirkan dan menyusui anak-anaknya.... perempuan (ibu) adalah mahluk yang paling mulia yang telah Tuhan ciptakan . Maha suci ALLAH yang telah menciptakanmu .................. Bersujudlah kepada Tuhanmu ysng telah memberikan kelebihan kepadamu.................. trus kapan sik arep dadi ibu.........? | |
| | | giadi_pcs Camat
Lokasi : sudirman jakpus Reputation : 3 Join date : 14.07.08
| Subyek: Re: perempuan jawa Wed Sep 17, 2008 6:12 pm | |
| | |
| | | Sponsored content
| Subyek: Re: perempuan jawa | |
| |
| | | | perempuan jawa | |
|
Similar topics | |
|
| Permissions in this forum: | Anda tidak dapat menjawab topik
| |
| |
| |
|