WONOSARI : Kegiatan Masa Orientasi Sekolah (MOS) di sejumlah SMA dan SMK di Wonosari diwarnai hukuman fisik. Hukuman berupa push up, diberlakukan bagi sejumlah peserta yang dinilai melanggar aturan yang dibuat masing-masing penyelenggara MOS. Bahkan, beberapa sekolah sengaja merahasiakan materi MOS. Di SMK 45 Wonosari, MOS salah satunya diisi dengan baris berbaris yang berlangsung di halaman samping Universitas Gunungkidul. Dalam kegiatan itu, terlihat adanya hukuman fisik yang dilakukan.
Selain itu, siswa baru SMK 45 diwajibkan rambut pendek ala potongan militer ditambah papan nama di kaos yang dikenakan peserta. “Hukuman ini dimaksudkan untuk menciptakan kedisiplinan dan melatih mental siswa,” dalih salah satu siswa kepada Harian Jogja, kemarin. Pandangan tak juah beda juga nampak di MOS yang diselenggarakan SMA Negeri I Wonosari. Ratusan siswa baru tahun ajaran 2008-2009, diwajibkan memasang papan nama terbuat dari kertas berukuran besar. Selain itu juga diharuskan memakai atribut berupa kalung dan topi yang wajib dikenakan secara terbalik. Peserta MOS di SMA Negeri 1 selain melakukan kegiatan gerak jalan di seputar Wonosari, juga masuk ke pasar-pasar membantu sejumlah pedagang. Acara MOS di SMA Negeri 1 dilakukan mulai pukul 14.00 WIB akan berakhir Minggu (20/7).
Wulandari siswa senior yang menjabat di OSIS SMA Negeri I mengatakan acara MOS memang lebih ditujukan pada kegiatan akademik. Jika terdapat peserta melakukan pelanggaran panitia akan memberikan sanksi yang sifatnya mendidik. Sanksi yang diberikan seperti membuat cerpen dan karangan ilmiah, bukan hukuman fisik “Materi MOS memang kami rahasiakan. Siapapun tidak boleh mengetahui materi kegiatan yang sudah kami persiapkan,” kata Wulandari didampingi sejumlah siswa senior lain. Terpisah, Yunus siswa baru kelas 10A mengaku kelelahan mengikuti kegiatan MOS. “Capek mas, karena jalan kaki dan diberi perintah senior membantu potong daging di salah satu pedagang pasar,” kata Yunus.
Demikian juga dengan tiga siswa SMA Negeri 1 Wonosari mengaku stress dengan tugas yang diberikan seniornya. Tercatat ada lebih dari lima tugas yang diberikan setiap hari, sepulang mengikuti kegiatan MOS di SMA Negeri I Wonosari. “Masak diebrikan tugas lebih dari lima jenis PR. Padahal seharian sejak pagi sampai petang belum pulang. Tugas ini sangat memberatkan kami,” katanya. Mereka diwajibkan membuat cerpen 5 halaman dalam Bahasa Inggris, puisi untuk guru, karikatur dan artikel lain. Tugas berat itu juga memicu kekecewaan orang tua murid. “Kami tidak rela anak kami sejak pagi mengikuti pelajaran, siang MOS sampai sore dan tugas MOS selesai sampai larut malam. Apa ini yang namanya sekolah favorit itu,” kata Qoyimah ibu yang menunggui anaknya di warnet, kemarin.
Sunti wali murid lain juga merasakan keberatan atas tugas yang diberlakukan anaknya. "Siapa tega melihat anaknya tidak ada waktu istirahat apalagi waktu untuk makan," kata Sunti.
Meski MOS mendapatkan pendampingan dari KKN Mahasiswa UNY, mereka tidak banyak mengetahui materi MOS di selokah. “Kami juga tidak tahu materinya apa,” kata Vida salah satu mahasiswa KKN UNY di SMAN I Wonosari. Menyikapai hal itu, Bekti Wibowo dari Lembaga Kajian dan Studi Sosial (LKdS) menilai kegiatan MOS tahun ini masih mengarah pada kegiatan perploncoan.
“Harusnya kegiatan lebih mengedepankan kegiatan-kegiatan yang mengarah pengenalan terhadap kurikulum, sekolah, dan kegiatan lain yang lebih mendidik hingga bisa dipertanggungjawabkan dampak positif kemampuan siswa terhadap sekolah. Outbond mungkin bisa lebih tepat untuk keakraban termasuk siswa terhadap guru,” kata Bekti.