WONOSARI : Dinas Pendidikan Kabupaten Gunungkidul akhirnya lempar handuk terkait regrouping SD Kemiri. Pihak Diknas menyerahkan sepenuhnya keputusan itu ke Bupati Gunungkidul, Suharto. “Semua masukan akan kami serahkan pada Bupati untuk menjadi kebijakan final karena memang kebijakan regrouping ini menjadi keputusan mutlak Bupati, yang sudah dituangkan dalam SK,” kata Wahyu Pujiyanto, Kepala Bidang Pendidikan TK-SD Diknas Gunungkidul kepada Harian Jogja, kemarin.
Menurut Wahyu, saat ini pihaknya tengah menyiapkan berbagai keterangan yang dihimpun dari tokoh masyarakat Desa Kemiri, Kecamatan Tanjungsari sebagai hasil pertemuan di Kantor Diknas Gunungkidul Rabu (16/7) lalu. Tokoh yang hadir dalam pertemuan itu diantaranya Camat Tanjungsari Edi Basuki, Kades Kemiri Kisdi, komite sekolah dan kepala dukuh setempat yang menyampaikan alasan keberatan penggabungan dua SD itu. ”Jadi perwakilan warga kemarin sudah menyampaikan alasan kebertaan untuk dilakukan regrouping. Kapasitas mereka tokoh masyarakat sekaligus wakil dari masyarakat,” jelasnya.
Dalam pertemuan itu, disampaikan beberapa alasan keberatan rencana regrouping, seperti warga menilai keberadaan sekolah perlu di uri-uri karena sekolah menyimpan sejarah penting, termasuk melahirkan pejabat, termasuk camat. “Warga berkeyakinan aset SD Kemiri masih kuat. Itu yang menjadi keyakinan mereka, sehingga keberatan untuk digabung dan tetap menginginkan SD Kemiri I,” tambah Wahyu. Selain itu, kata Wahyu masalah jarak juga dipersoalkan. Padahal, kata Wahyu, regrouping dilakukan sebagai upaya efisiensi, karena kondisi SD Kemiri I yang dinilai tidak layak untuk kegiatan belajar mengajar.
Wahyu menilai dari sisi bangunan tidak memungkinkan untuk dilakukan penambahan sarana prasarana seperti pembangunan perpustakaan. Selain itu saat ini jumlah siswa di SD Kemiri tinggal 70 siswa dibanding SD Kemiri II yang masih memiliki 166 murid. Wahyu mengatakan kalau tidak memiliki lahan yang mencukupi, pembangunan sarana prasarana tidak bisa dilakukan. “Sementara tuntutan berstandar internasional menjadi tuntutan prinsip setiap sekolah,” kata Wahyu.
Imam Taufik, Sekretaris Komisi D yang membidangi pendidikan menambahkan perlu dilakukan pendekatan khusus untuk membuka pemikiran warga. “Kami memang mendukung langkah regrouping. Hanya saja mbok iya Diknas itu terjun langsung ke lapangan menemui maksud warga setempat, sehingga tahu permasalahan secara persis bukan sekedar memanggil tokoh yang belum dijamin mengetahui permasalahannya,” kata Taufik. Jika diperlukan penundaan regrouping, Komisi D menilai perlu ada batas waktunya. Untuk tahun ajaran saat ini, terdapat 12 SD yang akan dilakukan regrouping sebagai kebijakan Bupati Gunungkidul