Gantung diri Perlu Upaya Riil Semua Pihak
WONOSARI : Selain krisis air, kasus bunuh diri menjadi salah satu cirri khas yang dimiliki Kabupaten Gunungkidul. Dari tahun ke tahun kasus gantung diri di Gunungkidul tidak semakin berkurang. Untuk itulah upaya real dibutuhkan semua pihak untuk menyikapai tingginya angka bunuh diri di Gunungkidul ini.
Hal itu ditegaskan Directur Lembaga Kajian dan Studi Sosial bekti Wibowo Suptinarso dalam kesempatan ditemui Harain Jogja, beberapa waktu lalu. Menurut Bekti, tingginya angka gantung diri di Gunungkidul bukan saja menjadi tanggungjawab pihak kepolisian saja namun semua pihak dibutuhkan peran aktif untuk menyikapai kenyataan tersebut.
“Semua organisasi belum dilibatkan secara intensif dalam mesikapi tingginya kasus gantung diri dan bunuh diri di Gunungkidul,” kata Bekti ditemua di Kantornya di Lingkar utara Piyaman Wonosari. Pemerintah Gunungkidul, lanjut Bekti masih terkesan tidak menjadi perhatian serius sebagaimana bila terdapat kasus lain yang juga peluang menunjukkan angka tinggi, seperti kasus yangmenyangkut isu kesehatan.
Lebih jauh, Bekti menilai kendati indikasi kuat aksi gantung diri selalu disebut-sebut dilator belakangi mental putus asa pelaku baik dalam menghadapi masalah ekonomi (utang piutang) dan kesehatan (sakit menahun) namun gantung diri perlu menjadi komitmen bersama untuk segera di kendalikan.
“Paling tidak harus dicari penyebabnya. Karena jelas disini ada akar masalahnya sehingga muncul pikiran untuk mengambil keputusan bunuh diri,”imbuhnya.
Padahal, Bekti mengamati ada banyak elemen organisasi pemerintah yang bias digandeng seperti dikalangan anak sekolah melalui organisasi OSIS dan kegiatan kelompok kegiatan ekstra sekolah, Karangtaruna yang ada sampai di tingkat padukuhan, kelompok tani, PKK, bahkan Kelompok Informasi Masyarakat. Organisasi tersebtu bisa diajak sebagai relawan social untuk dikonsentrasikan sebagai pioneer dalam menekan tinginya bunuh diri di Gunungkidul.
“Kami kuatir, jika pemkab tidak segra bersikap dan menganggap kasus bunuh diri ini sebagai hal yang biasa kondisi ekonomi seperti kenaikan BBM yang berdampak langsung terhadap masyarakat dan krisis air akan menambah daftar bunuh diri di Gunungkidul,” tandas Bekti yang juga anggota KPUD Gunungkidul.
Terpisah, Kapolres Gunungkidul AKBP Suswanto Joko Lelono menegaskan pihkanay tdak kurang-kurang untuk terus menggiatkan beberapa terobosan baru menyampaikan berbagai pendekatan melalui anggotanya ditingkat Babinkamtibmas yang bertugas di setiap desa.
“Dalam berbagai kesempatan, petugas sudah ambil peran untuk memberikan pendekatan dan penyuluhan guna menekan angka bunuh diri,” kaat Joko Lelono. Bahkan dalam banyak even dan acara di tingka local, polisi sudah menggandeng tokoh masyarakat termasuk tokoh agama untuk senantiasa difokuskan dalam penekanan kasus bunuh diri.
Pembentukan Polisi Masyarakat (polmas) atau Forum Komunikasi Polisi dan Masyarakat (FKPM) sapai tingkat kecamatan diharapkan mampu menjadi suatu upaya polisi dan masyarakat untuk berupaya membuat kasus bunuh diri lamban laun hilang. “Sampai bulan Mei ini hanya terdapat 1 kasus bunuh diri. Kita berharap ada suatu perkembangan bagus dengan turunnya kasus bunuh diri,” imbuh Joko Lelono.
Data Polres Gunungkidul dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan angkakenaikan cukup drastic. Sepanjang tahun 2004 terdapat 29 kasus bunuh diri yang didominasi dari gantung diri. Tahun 2005 ada penurunan kasus dari tahun sebelumnya yakni 26 kasus. Namun di tahun 2006 mencapia angka 28 kasus. Tahun 2007 bahkan sebagai tahun puncak bunuh diri ditemukan ada 31 kasus. Sementara sampai akhir bulan Mei 2008 atau memasukipertengahan tahun 2008 sudah terdapat 14 kasus gantung diri.
Grafis :
Tahun 2004 : 29 kasus , bulan 4 dan 8 (bulan tertinggi berdasarkan temuan kasus)
Tahun 2005 : 26 kasus , bulan 3, 4, 5 dan 9
Tahun 2006 : 28 kasus , bulan 1,3, 9, 11
Tahun 2007 : 31 kasus , bulan 1, 2, 3, 6, 7, 8, 9
Tahun 2008 : 14 kasus 1, 2, 4 (sampai akhir 31 Mei)
Sumber : Min.Reskrim Polres Gunungkidul-Mei 2008