BAHASA INDONESIA DALAM NAFAS JURNALISTIK
By Rohmad Widiyanto
"Jangan tanyakan makna sebuah kata, tetapi tanyakan pemakaiannya (meaning is use)."
PROFESI jurnalistik yang memiliki tugas utama menulis dan menyajikan berita, tentu sangat erat kaitannya dengan bahasa sebagai media utama. Efektivitas penyampaian berita (pesan) akan sangat ditentukan oleh kemampuan seorang wartawan dalam menyajikan berita kepada khalayak. Semakin baik penguasaan bahasa seorang wartawan, semakin besar pula kemungkinan berita itu sampai kepada khalayak dengan baik. Dalam konteks ini, wartawan berperan sebagai pengirim pesan dan khalayak sebagai penerima pesan.
Setidaknya ada lima unsur utama dalam proses penyampaian pesan, seperti dikemukakan pakar komunikasi dan sosiologi AS, Harold Dwight Lasswell, yaitu
who (siapa),
says what (mengatakan apa),
to whom (untuk siapa),
in what channel (dengan media apa), dan
with what effect (dengan efek seperti apa),
yang dikenal sebagai Paradigma Lasswell.
Terkait kehidupan modern yang penuh dinamika, wartawan menghadapi tantangan untuk terus mengembangkan kemampuannya dalam berbahasa. Tanpa itu, seorang wartawan akan tertinggal dan sulit bersaing dalam proses penyajian berita. Hal ini kurang lebih senada dengan pendapat filsuf Yunani, Heraclitus bahwa semua berubah secara konstan, atau dalam bahasa Spanyolnya, panta rei. Orang Amerika dan Eropa menerjemahkan kata bijak ini sebagai everything flows atau everything is constantly changing.
Proses perubahan yang terus berlangsung sebenarnya merupakan tantangan yang amat menarik bila seorang wartawan benar-benar mencintai profesinya. Oleh karena itu, tak bisa ditawar lagi, seorang wartawan harus benar-benar mencintai dunianya, sehingga apa pun akan dilakukan agar dia bisa menjalankan profesinya secara maksimal.
Dinamika kebahasaan juga harus benar-benar dicermati, termasuk dalam pemaknaan kata, baik secara leksikal maupun gramatikal. Makna kata-kata terus berkembang, bahkan bisa melampaui arti yang pernah ditetapkan sebelumnya. Jadi pemaknaan tidak sebatas arti lema dalam kamus. Hal ini senada dengan pendapat filsuf bahasa Ludwig Wittgenstein bahwa pemaknaan kata sangat bergantung pada pemakaiannya
BAHASA Jurnalistik adalah gaya bahasa yang digunakan wartawan dalam menulis berita. Disebut juga Bahasa Komunikasi Massa (Language of Mass Communication, disebut pula Newspaper Language), yakni bahasa yang digunakan dalam komunikasi melalui media massa, baik komunikasi lisan (tutur) di media elektronik (radio dan TV) maupun komunikasi tertulis (media cetak dan online), dengan ciri khas singkat, padat, dan mudah dipahami.
Bahasa Jurnalistik memiliki dua ciri utama : komunikatif dan spesifik. Komunikatif artinya langsung menjamah materi atau langsung ke pokok persoalan (straight to the point), bermakna tunggal, tidak konotatif, tidak berbunga-bunga, tidak bertele-tele, dan tanpa basa-basi. Spesifik artinya mempunyai gaya penulisan tersendiri, yakni kalimatnya pendek-pendek, kata-katanya jelas, dan mudah dimengerti orang awam.
Prinsip Dasar Bahasa Jurnalistik
1. Singkat, artinya bahasa jurnalistik harus menghindari penjelasan yang panjang dan bertele-tele.
2. Padat, artinya bahasa jurnalistik yang singkat itu sudah mampu menyampaikan informasi yang lengkap. Semua yang diperlukan pembaca sudah tertampung didalamnya. Menerapkan prinsip APA yang terjadi, SIAPA yang terlibat, kejadiannya BAGAIMANA, KAPAN, dan DI MANA itu terjadi, dan MENGAPA, membuang kata-kata mubazir dan menerapkan ekonomi kata.
3. Sederhana, artinya bahasa pers sedapat-dapatnya memilih kalimat tunggal dan sederhana, bukan kalimat majemuk yang panjang, rumit, dan kompleks. Kalimat yang efektif, praktis, sederhana pemakaian kalimatnya, tidak berlebihan pengungkapannya (bombastis)
4. Lugas, artinya mampu menyampaikan pengertian atau makna informasi secara langsung dengan menghindari bahasa yang berbunga-bunga .
5. Menarik, artinya bisa menarik minat pembaca dan tidak membosankan.
6. Jelas, artinya informasi yang disampaikan jurnalis dengan mudah dapat dipahami oleh khalayak umum (pembaca). Struktur kalimatnya tidak menimbulkan penyimpangan/ pengertian makna yang berbeda, menghindari ungkapan bersayap atau bermakna ganda (ambigu). Oleh karena itu, seyogyanya bahasa jurnalistik menggunakan kata-kata yang bermakna denotatif.
Tips Menulis Berita
1. Tulislah berita yang menarik dengan menerapkan gaya bahasa percakapan sederhana . Tulislah berita dengan lead yang bicara. Untuk menguji lead anda “berbicara” atau “bisu” cobalah dengan membaca tulisan yang dihasilkan. Jika anda kehabisan nafas dan tersengal-sengal ketika membaca maka led anda terlalu panjang.
2. Gunakan kata/Kalimat Sederhana. Kalimat sederhana terdiri dari satu pokok dan satu sebutan. Hindari menulis dengan kata keterangan dan anak kalimat. Ganti kata-kata yang sulit atau asing dengan kata-kata yang mudah. Bila perlu ubah susunan kalimat atau alinea agar didapat tulisan yang “mengalir”. Ingat KISS (Keep It Simple and Short)
3. Hindari kata-kata berkabut. Kata-kata berkabut adalah tulisan yang berbunga-bunga, menggunakan istilah teknis, ungkapan asing yang tidak perlu dan ungkapan umum yang kabur. Yang diperlukan BI ragam jurnalistik adalah kejernihan tulisan (clarity).
4. Libatkan pembaca. Melibatkan pembaca berarti menulis berita yang sesuai dengan kepentingan, rasa ingin tahu, kesulitan, cita-cita, mimpi dan angan-angan. Tapi ingat: jangan sampai terjebak menulis dengan gaya menggurui atau menganggap enteng pembaca. Melibatkan pembaca berarti mengubah soal-soal yang sulit menjadi tulisan yang mudah dimengerti pembaca. Melibatkan pembaca juga didapat dengan menulis sesuai rasa keadilan yang hidup di masyarakat.
5. Gantilah kata sifat dengan kata kerja.
Baca kalimat ini: “Seorang perempuan tua yang kelelahan bekerja di sawahnya!”
Bandingkan dengan: “Seorang perempuan tua membajak, kepalanya merunduk, nafasnya tersengal-sengal!”
6. Gunakan kosakata yang tidak memihak
Baca kalimat ini: Seorang ayah memperkosa anak gadisnya sendiri yang masih berusia 12 tahun
Bandingkan dengan: Perkosaan menimpa anak gadis yang berusia 12 tahun.
7. Hindari pemakaian eufemisme bahasa.
Baca kalimat: Selama musim kemarau terjadi rawan pangan di Gunung Kidul
Bandingkan dengan: Selama musim kemarau terjadi kelaparan di Gunung Kidul.