Puli atau Gendar, pake borax?

Setiap kali pulang kampung, makanan tradisional yang tak boleh terlupa untuk disantap salah satunya adalah gendar/puli. Warnanya kuning gading, kenyal (twing2 kalo kita towel). Gendar paling enak disajikan dengan tempe bacem goreng atau di taburi kelapa goreng (srondeng). Bahan dasar gendar adalah nasi putih biasa yang dikasih semacam bahan pengenyal yang biasa disebut obat puli/cethithet/bleng.
Yang jadi pertanyaan adalah bahan pengenyal yang digunakan. Apakah bahan yang berwarna kuning keemasan berbentuk kristal ini aman untuk dikonsumsi? Perlu penelitian lebih lanjut untuk menjawabnya, tapi yang jelas gendar sudah sangat populer sebagai camilan tradisional Jawa.

Penjual Terancam Sanksi Pidana






SEMENTARA itu
Kepala Dinas Kesehatan Jombang, dr Suparyanto MKes, dalam seruannya
menyampaikan kandungan zat berbahaya pada boraks yang banyak dijual
bebas di pasaran. Karena itu, pihaknya mengimbau kepada pemilik toko
dan pracangan untuk tidak menyediakan maupun menjual bahan tambahan
tersebut.

''Boraks ini bisa berbentuk batangan maupun butiran, biasanya disebut bleng kristal atau obat puli,'' katanya.

Diantara
boraks yang sering dijumpai di pasaran itu bleng kristal cap Padi
Cangkul, Cap Macan dan bleng kuning Cap Guci. Bahkan sejumlah bleng
yang biasanya dipergunakan membuat kerupuk puli ini tidak ada tanda cap
merk. Selain kepada pemilik toko, seruan untuk tidak menggunakan zat
berbahaya ini juga berlaku bagi tempat penggilingan daging untuk
keperluan pentol bakso dan distributor boraks yang mendapat pasokan
barang dari Jawa Tengah. ''Selanjutnya, jika sudah diberi pembinaan,
tapi ternyata masih ditemukan bukti penyimpangan pada pengawasan
berikutnya, ada sanksi pidana,'' tegas Suparyanto.

Terkait
sanksi pidana tersebut dirinya menyebut tiga rujukan Undang-Undang yang
mengatur perlindungan konsumen ini. Yaitu UU Nomor 23 tahun 1992
tentang Kesehatan, UU Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan dan UU Nomor 8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Salah satu sanksinya berupa
hukuman penjara lima tahun dan denda Rp 300 juta. (bin/yr)

wah.....bahaya kwi nak puli we wis kecampuran borax, trus panganan sek ama opo saiki???

padaha aku puuuaaaling seneng mbek gendar lho...
dipangan pake pecel nek ra tahu kopat, uuueenaaak ki...
dipepe dadi krupuk yo enak...

haruskah aku tidak mengkomsumsi gendar lagi....?

maniss wrote:

.?

Ya di kurangi makanya gendar mbaka Maniss,..
Banyakin aja makan gathot dan thiwul,..
Dijamin ga ngandung formalin dan borak,..

Laporke yuk ke badan POM Gunungkidul (ada ga ya, sopo sing ngerti alamate?), biar diteliti dulu.
Di daerahku -Ponjong, gendar dan obat puli/bleng masih dijual bebas. Kalo para penjual bakso yang mengandung borax menjadi musuh aparat dan masyarakat, knapa para penjual gendar/bleng masih dibiarkan bebas? mungkin karena kurang sosialisasi saja.

Info mengenai bleng/borax bisa diakses di Wikipedia, atau di sini. Kalau mengenai bahan pengawet makanan yang berbahaya bisa ditengok di sini.

aku yo seneng je ro si gendar ki....tp maeme yo arang sih...dadi nekat wae...sik penting sampe saiki Alhamdulillah isih diparingi sehat ro sik Kuwoso.

Weh lha sudah sejak tempo doeloe lho mas "obat puli" kuwi ki dienggo, nyatane ora ono permasalahan ki.

Puli dimana2 emang kudu pake obat.... nek ra dikei obat kuwi dudu puli, neng cemplon...

Jian ra genah.

Neng aku gak setuja kalao dikasih borax, koyo'e luwih parah seko Formalin yo ?

lha terus piye ki nek ono boraxe?

mbok ku gaweane dagang puli tempe neng psr

nek dilarang mbokku ra dwe penghasilan.... :cyclops:

la nek ora nganggo borax gur koyo sego dikepeli
ra nikmat no

Nganggo Borax po ra nganggo nek jenenge PULI po meneh mangane karo tempe bacem,,,,
Rasane tetep wae mak nYUZZZZ.....
jan Top Markotop....

Nek enek digowo rene wae...........

Nih aku baca artikel tentang Boraks di web-nya Suara Merdeka http://www.suaramerdeka.com/harian/0709/03/ragam05.htm
Tapi kalo sudah didepan gendar, walaahhh siapa yang tahan untuk gak makan, yaaa..... aku hajarrr ajalah.....hahahahhaaa....


Kerupuk Gendar

Ironisnya, boraks sejak lama digunakan masyarakat Indonesia untuk bahan baku pembuatan gendar nasi, atau kerupuk gendar. Masyarakat Jawa biasa menyebutnya karak atau lempeng. Air bleng (pijer) yang dipakai dalam pembuatan karak atau gendar ini sejatinya adalah boraks. Jadi, boraks ada dalam makanan, bahkan termasuk salah satu makanan kesukaan kita.

Bukan hanya gendar, boraks juga banyak dipakai untuk industri makanan lain, seperti pembuatan mi, lontong, ketupat, bakso, bahkan kecap. Konon, pembuatan bakmi pabrik dan macaroni juga memakai asam borat murni buatan industri farmasi.

Dalam bentuk tidak murni, sebenarnya boraks sudah diproduksi sejak tahun 1700, dalam bentuk air bleng. YLKI melalui Warta Konsumen (1991) melaporkan, sekitar 86,49 persen sampel mi basah yang diambil di Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya mengandung asam borat (boraks). Lalu 76,9 persen mi basah mengandung boraks dan formalin secara bersama-sama!

YLKI juga melaporkan adanya boraks pada berbagai jajanan di Jakarta Selatan. Padahal Pemerintah telah melarang penggunaan boraks per Juli 1979, dan dimantapkan melalui SK Menteri Kesehatan RI No 733/Menkes/Per/IX/1988.

Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks memang tak sertamerta berakibat buruk terhadap kesehatan. Tetapi boraks yang sedikit ini akan diserap dalam tubuh konsumen secara kumulatif.

Selain melalui saluran pencernaan, boraks juga bisa diserap melalui kulit. Boraks yang terserap dalam tubuh ini akan disimpan secara akumulatif di dalam hati, otak, dan testes (buah zakar).

Daya toksitasnya adalah LD-50 akut 4,5-4,98 gr/kg berat badan (tikus). Dalam dosisi tinggi, boraks di dalam tubuh manusia bisa menyebabkan pusing-pusing, muntah, mencret, kram perut, dan lain-lain.

Pada anak kecil dan bayi, boraks sebanyak 5 gram di dalam tubuhnya dapat menyebabkan kematian. Sedangkan kematian pada orang dewasa terjadi jika dosisnya mencapai 10-20 gram atau lebih.