dapat dari teman lagii.......!!!!!!!!!!!MEMILIH JODOH Pada suatu hari, seorang anak muda datang menemui seorang begawan yang tinggal di sebuah padepokan di tepi hutan untuk meminta nasihatnya.
Anak muda itu berkata, “Begawan, mohon saya diberi penjelasan apa maksudnya memilih jodoh?”
Begawan memandang sesaat ke arah anak muda itu, memberikan sebuah kapak dan berkata, “Anak muda, di depanmu terhampar hutan nan luas yang ditumbuhi berbagai macam pohon besar maupun kecil. Cobalah engkau pergi ke sana dan carikan aku sebuah dahan terbaik sepanjang tujuh jengkal, supaya bisa ku dijadikan sebuah tongkat.”
“Tetapi ada satu syarat yang harus engkau ingat. Ketika engkau telah menemukan dahan yang kau inginkan, segeralah potong dan kembali ke padepokan ini. Engkau hanya boleh berjalan lurus ke depan untuk memilih dahan terbaik yang kau inginkan - dan sama sekali tidak boleh berbalik kembali untuk mengambil dahan yang sudah engkau lewati. Ingatlah pada saat matahari sudah condong menyentuh puncak pohon di bukit sebelah barat, engkau harus kembali ke padepokan ini - baik engkau sudah memperoleh dahan yang kau inginkan atau belum.”
“Apakah engkau memahami apa perintahku ini?” tanya sang Begawan. Anak muda itu mengangguk dan segera bergegas menghilang ke dalam rimbunnya hutan untuk mencari dahan terbaik sepanjang tujuh jengkal untuk dijadikan tongkat, sementara sang Begawan mengawasi kepergiannya dengan duduk bersila di pendopo padepokan dikelilingi para siswa yang tengah menimba ilmu.
Matahari telah tegak di tengah kepala namun anak muda itu belum juga kembali. Sang Begawan dengan sabar terus menunggu. Perlahan waktu terus merayap berlalu hingga pada saat matahari mulai berwarna kemerahan condong di puncak pepohonan di bukit sebelah barat, anak muda kembali menyeruak dari dalam hutan - dengan peluh membanjir dan badan yang kusut lusuh. Akan tetapi dia kembali dengan tangan hampa, tidak membawa dahan sepanjang tujuh jengkal yang diminta oleh sang begawan.
Sang Begawan tidak menanyakan apa pun kepada anak muda itu mengapa dia pulang dengan tangan hampa, tetapi sebaliknya berkata, “Anak muda, engkau tampak begitu kelelahan dan kini hari sudah menjelang senja. Sekarang pulanglah, beristirahatlah dan pulihkanlah kekuatanmu. Besok pagi datanglah ke padepokan ini, dan aku akan memberimu tugas yang lain lagi.”
Esok paginya anak muda itu datang dengan badan yang segar kembali ke padepokan. Di sana dia menjumpai sang begawan yang tengah duduk bersila menulis kekidungan di atas lembaran kulit lontar di pendopo; sedangkan tepat di depannya terdapat sebuah vas bunga kecil dari tanah liat.
Saat melihat anak muda datang, begawan itu berkata, “Anak muda, pagi ini aku mempunyai tugas yang lain yang harus engkau kerjakan. Carikan aku sekuntum bunga berwarna kuning yang paling indah di dalam hutan, supaya bisa ku letakkan di dalam vas bunga ini - sebagai hiasan di pendopo.”
“Hanya saja ada syarat yang harus engkau ingat, seperti saat kemarin engkau mencari dahan untuk tongkatku. Ketika engkau telah menemukan bunga kuning yang terindah, segeralah petik dan kembali kemari. Engkau hanya boleh berjalan lurus ke depan untuk memilih sekuntum bunga terbaik yang kau inginkan - dan sama sekali tidak boleh berbalik kembali untuk mengambil bunga yang telah kau lewati. Ingatlah pada saat matahari sudah condong menyentuh puncak pohon di bukit sebelah barat, engkau harus kembali ke padepokan ini - baik engkau sudah memperoleh bunga yang kau inginkan ataupun belum.”
“Apakah engkau sudah memahami tugas yang harus kau lakukan kali ini?” tanya sang Begawan. Anak muda itu mengangguk dengan penuh keyakinan, dan segera bergegas masuk menghilang ke dalam rimbunnya hutan di depan padepokan.
Sang Begawan tersenyum mengamati kepergian anak muda itu dan tetap duduk bersila meneruskan tulisannya dengan tidak beranjak dari pendopo itu, seolah telah memastikan waktu kembalinya.
Benar saja, belum sampai matahari bergeser ke atas kepala, anak muda itu telah kembali dari dalam hutan dengan membawa setangkai bunga kuning. Dengan bangga dia menyerahkan bunga itu ke tangan sang Begawan, dan diletakkan ke dalam vas kecil dari tanah liat yang ada di depannya. Anak muda itu kemudian duduk bersila di depan Begawan untuk mendengarkan penjelasan dari semua yang telah dilakukannya selama dua hari itu.
Sang begawan bertanya, “Anak muda, mengapa kemarin engkau kembali dengan tangan hampa. Di dalam hutan yang maha luas itu, tidak adakah dahan sepanjang tujuh jengkal yang cukup baik untuk dijadikan sebuah tongkat? Dan bahkan engkau sudah mencarinya seharian penuh, sampai matahari mulai surut.”
Anak muda dengan takzim menjawab, “Sesuai dengan petunjuk Begawan, saya berusaha mencari dahan yang terbaik yang pernah saya lihat. Di dalam hutan saya melihat banyak sekali dan bermacam-macam dahan sepanjang tujuh jengkal. Akan tetapi sesuai dengan pesan Begawan, saya berusaha menemukan dahan yang terbaik dengan membandingkan setiap dahan yang saya lihat dengan dahan berikutnya yang mungkin ada lebih baik lagi.”
“Tetapi setiap kali saya melihat dahan yang lain, selalu saja saya menemukan kekurangan dibandingkan dengan dahan yang sudah saya lihat sebelumnya. Saya terus berharap untuk menemukan dahan yang terbaik dengan terus masuk lebih dalam di hutan, karena begawan meminta saya tidak boleh kembali untuk mengambil dahan pernah saya temui.”
“Tetapi ternyata sampai matahari menyentuh ujung pepohonan di bukit sebelah barat, saya tetap saja tidak bisa menemukan dahan yang terbaik, lebih baik dari dahan-dahan yang sudah saya lewati sebelumnya. Sehingga saya terpaksa harus kembali ke padepokan ini dengan tangan hampa.”
Mendengar penjelasan itu sang Begawan menganggukan kepalanya tanda mengerti. Begawan kembali bertanya, “Sekarang, apakah bunga kuning yang engkau petik ini adalah bunga yang terindah yang ada di hutan itu?”
Anak muda itu menggelengkan kepala, ”Mungkin tidak Begawan. Mungkin masih ada bunga lain yang lebih indah jauh di dalam hutan.”
“Tetapi mengapa bunga ini yang engkau petik?” lanjut sang Begawan.
Anak muda itu menjawab, “Benar Begawan, memang ini bukan bunga yang terindah. Tetapi kalau saya terus mencari bunga yang terindah di depan saya, belum tentu saya akan bisa menyelesaikan tugas saya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan seperti pengalaman saya mencari dahan untuk tongkat sepanjang hari kemarin.”
“Kemudian mengapa engkau memutuskan untuk memetik bunga ini dan bukan bunga yang lain?” tanya begawan.
“Karena saya sudah memutuskan bahwa ini adalah bunga yang terbaik yang pernah saya lihat saat ini, dan saya tidak ingin melepaskan kesempatan dengan mencari bunga lain yang belum tentu bisa saya dapatkan kembali,” jawab anak muda dengan jujur.
Begawan itu menutup pertanyaannya dengan senyuman arif dan berkata, “Anak muda, sebenarnya engkau sudah menjawab sendiri pertanyaan yang engkau ajukan padaku kemarin. Memilih jodoh itu seumpama engkau mencari sebuah dahan terbaik ataupun bunga terindah di dalam rimba raya kehidupan.”
“Engkau bebas memilih dan membandingkan satu bunga dengan bunga yang lain. Tetapi waktu dan usia yang terus berjalan tidak akan mengijinkan engkau berbalik - dan apabila engkau meneruskan pencarianmu dengan tiada hentinya membandingkan satu terhadap yang lain, maka waktu jua yang pada akhirnya akan menghentikan langkahmu dengan tangan hampa.”
“Tetapi jika pada saat engkau telah menemukan sekuntum bunga, dan engkau memutuskan itu yang terindah dan tidak berkehendak untuk melepaskannya - niscaya itu akan benar-benar menjadi bunga yang terindah seumur hidupmu, dan engkau akan dipenuhi dengan kebahagiaan dan kedamaian karenanya.”