Sebelumnya saya sampaikan maaf kepada pemilik toko Istana yang ada di Wonosari.....
Atas dasar forum kekayaan daerah yang di mana kekayaan sumber daya manusia didalamnya saya paksakan penulisan cerita dan analisa ini di forum ini, sehingga saya bisa tetap mengawasi pembicaraan ini.
Berdasarkan rasa kesal atas pengembalian uang kecil dengan permen, timbul pemikiran saya, sampai saat ini pelayanan di Gunungkidul masih setengah hati, berlatar belakang pengalaman saya di dunia retail besar di jakarta di mana service demikian agungnya saya kaget ketika sebelum lebaran saya belanja beberapa rupiah di sana harus menerima pengembalian uang kecil dengan beberapa permen, jengkel memang.....
Mungkinkah hal sekecil ini luput dari pemikiran, memang saat ini banyak warga GK belanja dengan bangga telah membelanjakan jerih payahnya ke tempat tersebut, namun etiskah hal ini dilakukan.
Ketika itu kalau tidak salah ada pengembalian sekian ribu 300 rupiah, yang diberikan ke saya adalah sekian ribunya dan 200 rupiah, sedangkan 100 rupiahnya diambilkan permen....padahal dengan terang di sana uang recehan banyak sekali dalam kantong hitam. Kontan saya dengan nada tinggi saya bicara " mbak emang gelem belanjaanku tak bayar nganggo permen?"
- dengan nada santai dan semanak(akrab kekeluargaan) mbak kasir menjawab dengan tersenyum "gelem kok mas" sambil memaksakan diri mengganti permen tersebut menjadi uang.
Bukan masalah berapa rupiah yang saya perjuangkan tetapi seberapa besar individu dalam dunia retail menghargai asetnya.
Jika hal ini dianggap lumrah...silahkan...karena kita Gunungkidul....
Tapi siapkah kita hancur di tanah sendiri oleh retailer yang besar yang saat ini mulai mengambah wonosari seperti alfamart, indomaret......dan bukan tak mungkin yang lainpun akan mengikuti.
Memang saat ini mereka(indomaret dan alfamart) belum fokus kepada pelayanan, tapi bukan hal yang mustahil mereka yang berbasis di Jakarta akan segera memulainya.
Dengan mulut berbusa saya menceritakan pengalaman ini ke keponakan saya yang sedang sekolah di kelas 3 smk , bagaimana saya sewaktu dijakarta untuk mendapatkan omzet harus menerapkan ilmu penjualan dasar mulai dari Greeting,Estimating, Establishing the need .........sampai thank you dan pelayanan purna jual....itupun harus diawasi dan ada mysteri shopper yang sewaktu waktu bisa melaporkan ke management sehingga saya harus segera keluar dari pekerjaan......itupun 10 tahun yang lalu.
Saran saya mumpung bisnis retail seperti ini baru dimulai dalam arti transisi perubahan kebutuhan dan gaya hidup dari traditional menjadi modern sebagai orang Gunungkidul selayaknya membentuk akar kepercayaan dari sebuah dunia konsumerisme.