sedihnya aku

Aku punya pembantu yang udah lama kerja sama aku. Dia pekerjaan utamanya adalah "momong" anakku. 6 Bulan yag lalu dia menikah dan minta ijin sama aku untuk berangkat pagi plg sore, dan aku mengijinkan.Dan dia kontrak rumah deket rumahku. Pertama dia ikut aku, aku ongkosin biaya perjalanannya ke jakarta, setiap sakit aku obatin, dan ketika dia nikah kemarin sebisa mungkin aku bantu, aku anggap dia keluarga aku sendiri.

Di depan aku dia sangat sayang kepada anakku,bahkan kalo aku marah sama anakku dia akn membela habis-habisan, setiap aku plg kerja dia selalu menceritakan aktivitas siang bersama anakku. Dan itu adalah cerita yg baik saja.

Tanpa sengaja tetangga aku cerita, kalo pembantu aku setelah aku berangkat kerja, pasti berbuat seenaknya sendiri sama anakku. Dia tiduran dia main HP, sementara anakku mainan di got dan dibiarin aja. anakku mainan kucing di diemin aja, sampai anakku buang air pun (maaf) dibiarin aja.

Mulanya aku gak percaya, dan aku ingin buktiin sendiri, setelah aku berangkat gak lama aku plg lagi, dan ternyata bener, anakku nangis kejer krn berantem ama anak tetangga, sementara pembantu aku ber Hp ria, emosi aku langsung meledak, dan singkat kata aku pecat dia.

Ternyata dia baik sama anakku di depanku saja. ternyata kebaikan aku selama ini gak ada gunanya.

Mungkin ini pelajaran buat ibu-ibu yang bekerja.

semoga dapet ganti y' baik, bu..

jangan terlalu percaya sama orang,, tetap harus diawasi..

Alangkah baiknya jika, anak itu sendiri di asuh dan di awasi langsung oleh ibunya.
Bukan dari segi mental si anak saja, tapi kondisi dan kasih sayang ibu seorang anak itu tidak harus d ukur dengan materi saja.
Toh klopun di tanya dengan biaya di jkt itu mahal, selagi kita berusaha pasti akan datang rejeki tersebut.

Memang dunia konsumerisme kadang membuat ibu2 rumah tangga di tuntut untuk budaya yang instan, dan kadang tidak sejalan dengan kondisi sekarang.

Terkadang memang susah, ibu2 sekarang untuk mengasuh anaknya dan menjadikan anak itu berkembang menjadi anak yang kelak kemudian hari bisa berguna.

Contoh yg nyata saya sendiri, saya dari umur 24 bulan sudah g ikut sama orang tua sampai sekarang dan mereka katanya mencari nafkah untuk kehidupan anak2nya.
Dan saya di titipin sama kakek saya, sungguh ironi bagi saya sendiri.
Setelah menginjak remaja, jati diri saya sendiri terkadang berontak dan bahkan berbahay bagi masa depan sendiri.
Syukurlah kakek saya mengasuhnya dengan sabar walau melebihi batas kesabarannya, walaupun sekarang sudah kembali Ke Hyang Tunggal....Kenangan dan curahan kasih sayang kakek melebihi seorang Ibu.


Klo hanya tuntutan kartu kredit, lebih baik mengedepankan masa depan anak.

Terima Kasih

Wonosingo Ngali Kidul
CAMAT

Alangkah baiknya jika, anak itu sendiri di asuh dan di awasi langsung oleh ibunya.
Bukan dari segi mental si anak saja, tapi kondisi dan kasih sayang ibu seorang anak itu tidak harus d ukur dengan materi saja.
Toh klopun di tanya dengan biaya di jkt itu mahal, selagi kita berusaha pasti akan datang rejeki tersebut.

Setiap ibu pasti ingin selalu dekat dengan anak-anaknya. Begitupun juga dengan aku, namun terus terang aku juga bukan dari keluarga mampu. Dan aku juga gak bisa hanya mengandalkan pendapatan suami aku. Aku sangat ingin memberikan yg terbaik buat keluarga aku. Semua org pasti tau hidup di jkt mahal. Yah inilah yg selama ini membuat aku dilema. Tp Thank atas sarannya.