Wonosingo Ngali Kidul Pengawas
Lokasi : Gunungkidul Reputation : 20 Join date : 06.05.08
| Subyek: Transparansi dan Akuntabilitas Membangkitkan Partisipasi Masyarakat Tue Jul 01, 2008 1:47 pm | |
| Oleh: Warno Hadi Winarno (OC FPPD)
Kunjung Kampung : Desa Wiladeg
Desa Wiladeg, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi pilihan untuk dikunjungi MUDIK edisi perdana ini. Sebuah desa daerah perbukitan kapur, berjarak lebih kurang 40 km dari ibu kota Provinsi dan 6 km dari ibu kota kabupaten. Jalan menuju desa mulai dari ibu kota provinsi sampai di balai desa merupakan jalan antar kabupaten (Gunung Kidul – Wonogiri) relatif mulus dan sarana transportasi pun tidak mengalami kesulitan. Kedatangan MUDIK diterima dengan ramah oleh Bp. Sukoco, kepala desa yang telah memimpin desa Wiladeg 8 tahun lebih. Komunikasi pun menjadi sangat lancar karena personil MUDIK telah dikenalnya, ditambah lagi ada komunikasi via telepon dua hari sebelumnya.
Gotong Royong Mengaspal Jalan Dusun Wiladeg dibagi menjadi 10 dusun dengan jumlah penduduk 6181 jiwa. Ketika Mudik berkunjung, kebetulan sedang gencar-gencarnya warga melakukan kegiatan gotong royong mengaspal jalan dusun. Generasi tua muda, laki-laki perempuan termasuk anak-anak bersuka cita melakukan pembangunan dusunnya. Jalan-jalan penghubung antar dusun sebagian besar masih berupa jalan tanah yang diperkeras dengan batu kapur. Alasan warga untuk melakukan pembangunan jalan-jalan dusun karena sejak desa Wiladeg ada sampai dengan saat ini jalan-jalan tersebut selalu menjadi penghambat transportasi warga terutama transportasi menggunakan kendaraan. Jalan yang diperkeras dengan batu kapur selain kerataannya tidak bisa maksimal juga mudah rusak dan berlobang-lobang. Kondisi demikian menyulitkan warga untuk mengangkut hasil pertanian ataupun aktivitas transportasi lainnya. Kondisi demikian bertahun-tahun nyaris tidak ada perubahan. Pernah ada program P3DT berupa pengerasan jalan dengan batu kapur dan hasilnyapun cukup dapat dinikmati oleh masyarakat. Tetapi jalan itu hanya mengatasi pengerasannya (menjadi tidak becek) sementara tingkat kehalusannya masih jauh dari harapan. Keluhan-demi keluhan, keinginan-keinginan, harapan-harapan, pengandai-andaian, angan-angan warga dan segala bentuk letupan berkaitan dengan jalan, didengarkan dan diinventarisir oleh kepala desa kemudian dijadikan bahan diskusi warga.
Pertama kali kepala desa memaparkan temuan tentang keluh kesah warga desa berkaitan dengan jalan, hampir seluruh warga yang ikut diskusi berkomentar dengan emosional bahkan sampai terdengar kata-kata tidak enak, mengungkapkan kejengkelannya terhadap kondisi jalan yang tak kunjung baik. Dari sinilah Bp. Sukoco sebagai kepala desa menanggapi kembali keluh kesah warga, “ya meskipun kita tangisi, meskipun kita sumpah-serapahi jalan itu tidak akan berubah, jalan itu bisa berubah kalau kita dandani (perbaiki)”, kata kepala desa. Baik perangkat desa maupun warga masyarakat sudah sadar benar bahwa menunggu bantuan dari Pemkab ibarat menanti hujan di musim kemarau, kecil kemungkinannya. Momentum inilah yang kemudian dijadikan even untuk merancang pembangunan jalan dusun secara bergotong-royong. Pertemuan-pertemuan, diskusi-diskusi terus digulirkan dan akhirnya disepakati warga siap mengaspal jalan secara gotong-royong.
Membangun jalan aspal lebar 3 m panjang 3 km kualitas kelas 3 memerlukan biaya tidak sedikit. Partisipasi warga berbentuk uang kas sebesar Rp. 75 juta, tenaga kerja dilakukan secara bergotong-royong seluruh warga laki-perempuan, tua-muda bahkan anak-anak turut serta kejalan melakukan apa yang mereka mampu lakukan. Untuk keperluan konsumsi pun, warga secara suka rela menyediakan makan-minum-snack secara gratis tidak perlu ada penjadwalan dan pembagian, pokoknya yang penting siapa saja yang bekerja tidak boleh sampai kehausan dan kelaparan. Diantara serentetan pekerjaan teknis pembuatan jalan ada beberapa jenis yang tidak dapat dilakukan oleh warga sendiri. Oleh karena itu Mandor dan operator mesin gilas harus mendatangkan tenaga ahli dari luar desa. Semangat masyarakat yang tinggi dapat menggugah Pemkab untuk ikut berpartisipasi berupa bantuan aspal. Sementara pemerintah desa berpartisipasi berupa tambahan dana sebesar Rp. 1 juta.
Jalan telah 90 % selesai, suka cita seluruh warga tampak di sana-sini. Wajah ceria dan tegur sapa yang ramah mewarnai pemandangan sepanjang perjalanan MUDIK kunjung kampung di desa Wiladeg.
Mengemas Partisipasi Kepedulian warga terhadap kondisi desanya tidak timbul begitu saja. Menurut penuturan pak Lurah proses pembangunan kesadaran warga ini selain butuh waktu lama juga perlu kecerdikan kepala desa dalam menggunakan metotodologi partisipasi. Sebetulnya masyarakat desa Wiladeg tidak ada bedanya dengan masyarakat Gunung Kidul lainnya, bahkan mungkin juga dengan masyarakat desa pada umumnya. Ramah-tamah, senang bergotong-royong atau membantu bagi yang susah, hal-hal positif itu masih ada dan terus dikembangkan. Kalau akhir-akhir ini mulai luntur atau berkurang tentu ada faktor penyebabnya. Terlalu banyak faktor yang mengakibatkan warga desa menjadi egois, individualistis, acuh tak acuh atau masa bodoh dengan kondisi lingkungannya. Program-program yang bersifat top down merupakan penyebab utama masyarakat menjadi masa bodoh bahkan dampak lebih jauhnya membuat masyarakat tidak mandiri atau menimbulkan ketergantungan. Kebiasaan atau tradisi masyarakat desa yang peduli terhadap lingkungannya dan terbukti memiliki tingkat keswadayaan tinggi harus dipelihara dan dikembangkan. Beberapa contoh mengemas partisipasi ala desa Wiladeg, a.l:
Mengoptimalkan Peran Tokoh Masyarakat. Setiap komunitas sudah dapat dipastikan memiliki tokoh yang dipercaya oleh warganya. Tokoh dimaksud bisa tokoh formal atau non formal. Tokoh formal karena memang harus melakukan kepemimpinannya di komunitas tersebut, tokoh non formal diakui karena prestasi-prestasinya. Belajar dari pengalaman desa Wiladeg tokoh masyarakat harus pandai mendengar, pandai melihat dan pandai merasa. Mendengarkan isu-isu, pelemik, keluh-kesah, pendapat-pendapat warga masyarakat merupakan modal awal bagi tokoh masyarakat untuk mengumpulkan informasi yang sedang berkembang di masyarakat. Melihat, sebagai bagian dari penajaman informasi dan recek terhadap informasi yang didapat melalui mendengar. Dengan melihat, ekspresi dan dinamika warga dapat dilihat dan dibuktikan dengan perilaku keseharian. Sementara yang dimaksud merasa adalah tahapan untuk melakukan analisis-analisis sebelum melakukan tindakan. Jadi tokoh masyarakat yang baik bukan memaksakan kehendaknya kepada masyarakat malainkan mengakomodasi pendapat dan keinginan masyarakat untuk dijadikan acuan dalam proses merencanakan aksi secara bersama. Tokoh masya-rakat yang memiliki kecakapan seperti tersebut di atas diberi peran untuk menjadi fasilitator atau agent of change di desa Wiladeg.
CBO Sebagai Basis Pembaharuan Desa CBO (community base organization) dimaksud adalah; bentuk-bentuk kelompok masyarakat tingkat bawah yang tumbuh dan berkembang di desa Wiladeg. CBO tersebut dioptimalkan perannya oleh kepala desa dan tokoh masyarakat sebagai saluran dan proses belajar bagi warga. Desa Wiladeg memiliki beberapa bentuk CBO yang keberadaannya dilatarbelakangi oleh berbagai macam. Ada yang dilatarbelakangi sosial budaya, seperti; (Sambatan, Rasulan, Jagongan, kendurian), dilatarbelakangi agama, meliputi; (yasinan, pengajian, shalat berjamaah, sembayangan, koor, sekolah minggu), dilatarbelakangi oleh program pemerintah, seperti; (ronda, PKK, arisan Dasa Wisma, Arisan, Karang Taruna, Dharma Wanita), dilatarbelakangi oleh kepentingan ekonomi; ( Koperasi, Simpan Pinjam, Kelompok Usaha, Kelompok Tani) dan masih banyak lainnya. CBO ini dapat berfungsi dan berperan dalam pengembangan masyarakat secara efektif dan berdaya guna. Sebagai kelompok basis CBO merupakan garda paling depan dalam memerankan fungsinya sebagai media komunikasi dan proses partisipasi dibangun. Disela-sela kegiatan pokok sesuai dengan latar belakang dan keberadaannya masing-masing, CBO tersebut juga efektif untuk memproses isu-isu strategis yang sedang berkembang dalam masyarakat. Kepala desa atau tokoh masyarakat berperan aktif dalam pertemuan-pertemuan dengan tujuan mengemas isu atau sekedar mendengarkan apa yang sedang terjadi didalam kemunitas tersebut.
Mengemas Rasulan menjadi Lebih Bermakna Rasulan atau sering juga disebut “Bersih Deso” adalah sebuah tradisi turun-temurun yang masih berlaku di seluruh desa se Kabupaten Gunung Kidul DIY. Kapan mulainya dan siapa yang memulai sulit ditemukan sumbernya. Desa Wiladeg ada dokumen yang ditemukan, kedatangan seorang pimpinan pemerintahan Hindia Belanda yang menghadiri rasulan tahun 1934. Selain dokumen tersebut informasi tentang rasulan sudah ada sejak tahun-tahun sebelumnya. Para tetua desa banyak bertutur tentang kegiatan yang syarat dengan ritual ini, namun tetap saja tidak pernah jelas kapan dan oleh siapa yang memulainya.
Menurut kebiasaan dan masih berlaku sampai dengan sekarang, rasulan di desa-desa luar Wiladeg merupakan acara rutin setiap setahun sekali dengan egenda pokoknya tasyakuran, ungkapan syukur kepada Yang Maha Kuasa atas segala berkah dan rahmat yang dilimpahkannya sehingga masyarakat desa dalam keadaan selamat. Ujud syukur tersebut diekpresikan dengan berbagai cara, namun secara umum rasulan identik dengan menyediakan makanan lebih baik dari hari-hari biasa karena hari itu akan banyak sanak sudara, handai taulan, kerabat dsb yang datang ke rumah sehingga merasa malu kalau tidak menghidangkan hidangan yang lebih baik. Rasulan juga merupakan hari besar selain hari raya Lebaran. Bagi anak-anak rasulan merupakan hari yang ditunggu-tunggu karena akan dibelikan pakaian baru. Selain menyediakan makanan dan minuman di rumah masing-masing, seluruh warga juga akan membawa satu porsi makan lengkap dengan lauk-pauk ke balai desa. Makanan tersebut dikemas dalam berbagai bentuk hiasan kemudian dibawa dan dikumpulkan di balai desa dan pada saatnya tokoh agama akan memimpin berdoa lalu makanan tersebut boleh dimakan secara ramai-ramai oleh siapa saja yang hadir dalam acara tersebut. Berbagai atraksi atau hiburan digelar mulai siang hari dan pada umumnya rasulan diakhiri dengan pertunjukan wayang kulit semalam suntuk.
Gambaran sekilas diatas merupakan gambaran rasulan pada desa-desa di Gunung Kidul umumnya. Bagi desa Wiladeg, rasulan merupakan momentum yang sangat penting. Sebab selain urut-urutan ritual sebagaimana umumnya desa lain, rasulan merupakan muara dari proses partisipasi warga selama satu tahun. Dikatakan demikian karena sejak Wiladeg dipimpin oleh Bp.Sukoco rasulan sebagai media penyampaian laporan pertanggungjawaban kinerja pemerintahan desa kepada rakyat secara langsung. Momentum ini menjadi menarik karena disela-sela pertunjukkan atraksi atau kesenian, kepala desa mempresentasikan hasil kinerjanya selama setahun terakhir dan warga yang hadir dapat langsung menanggapi, bertanya, mengkritik atau menyanggah presentasi kepala desanya tersebut. Berdasarkan pengalaman selama ini warga yang hadir dalam acara rasulan tidak kurang dari 80 % dari seluruh anggota masyarakat dan banyak sekali pengunjung dari warga luar desa. Lebih menarik lagi, para perantau biasanya juga mudik sehingga mereka yang dirantau mengetahui seperti apa kinerja pemerintah desanya saat ini.
Berdasarkan aturan yang berlaku, kepala desa melaporkan kinerjanya kepada BPD, tidak mempunyai kewajiban untuk menyampaikan laporan kinerjanya kepada rakyat langsung. Tetapi kepala desa yang satu ini mempunyai keyakinan bahwa keterbukaan akan mampu menggalang partisipasi warga guna berperan aktif dalam membangun desanya. Keterbukaan yang dicontohkan oleh kepala desa ini ternyata benar-benar efektif dan terus berkembang di desa Wiladeg. Masyarakat mulai biasa dan tidak tabu berdiskusi pada forum apa saja, dimana saja dan kapan saja. Mereka saling belajar, saling mengoreksi, saling mengkritik, saling mendukung dalam berbagai hal yang sedang aktual untuk dibicarakan. (Warno) sumber:http://www.forumdesa.org/mudik/mudik1/kampung.php
| |
|
SAPTO SARDIYANTO Camat
Lokasi : JAKARTA Reputation : 1 Join date : 24.05.08
| Subyek: Re: Transparansi dan Akuntabilitas Membangkitkan Partisipasi Masyarakat Tue Jul 08, 2008 5:49 pm | |
| semoga daerah2 lain menyusul pak karena pemerintah yang berhasil itu dinilai dari transparasinya suatu pembangunan tidak ada lagi tender2 tertutup jadi semua dipertanggungjawabkan kepada rakyat dan akan menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah sehingga bisa menciptakan suasana yang kondusif.jd investor juga akan lebih tertarik menanamkan modalnya karena adanya jaminan transparansi dari pemerintah daerah setempat.
wasalam, | |
|
Wonosingo Ngali Kidul Pengawas
Lokasi : Gunungkidul Reputation : 20 Join date : 06.05.08
| Subyek: Re: Transparansi dan Akuntabilitas Membangkitkan Partisipasi Masyarakat Tue Jul 08, 2008 6:47 pm | |
| | |
|
Sponsored content
| Subyek: Re: Transparansi dan Akuntabilitas Membangkitkan Partisipasi Masyarakat | |
| |
|