156 telaga di gunung kidul mulai kering

55 lokasi sungai bawah tanah optimis atasi kekeringan
Oleh Endro Guntoro
HARIAN JOGJA
GUNUNGKIDUL – Memasuki musim kemarau 156 telaga yang tersebar di Kabupaten Gunungkidul sudah menunjukkan krisi air. Telaga di sejumlah loaksi bahkan sudah tidak lagi menyimpan air. Hanya sekitar 15 telaga yang masih terdapat air meski airnya sudah tidak layak dikonsumsi karena berwarna keruh.
Pernyataan itu disampaikan CB Supriyanto selaku kepala Kantor Informasi dan Komunikasi (inkom) Pemkab Gunungkidul kepada Harian Jogja.
"Meski hanay tingal 10 persen dari 156 telaga yang ada namun kondisi airnya sudah tidak layak dikonsumsi lagi," kata Supriyanto. 15 telaga yandari 156 telaga yang sudah tidak lagi menyimpan air tiga diantraanay adalah telaga Jonge dan telaga Semanu di kecamatan Semanu dan telaga Trowono di kecamatan Saptosari.
Namun demikian hal itu menurut Kepala Inkom tidak menjadi persoalan berarti karena pemkab Gunungkidul sudah menyiapkan pelayanan melakukan droping air ke sejumlah wilayah desa yang dirasa sudah mengalami kekringan. "Saat ini armada tangki milik pemkab sudah di stanbykan di sejumlahkantor kecamatan terdekat. Bahkan sudah disediakan anggaran melalui kecamatan setempat untuk mempercepat akses dropping air," kata kepal aInkom yang akrab dipanggil pak CB ini.
Terpisah, Sugeng Pratopo selaku Kepala Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat (sobermas) mengaku hingga saat ini pihaknya baru mendapatkan pengajuan droping air untuk dua desa di kecamtan Tanjungsari. Dua desa tersebtu lantaran sebelumnya tidak masukdalam prediksi dan rencana program droping air bagi wilayah krisi air.
"Dau desa satu diantaranya Hargomulyo akhirnya akan kita back'up karena tidak tercover anggaran kecamatan karena baru tahun ini terlihat mengalami krisi yang lebih dari tahun sebelumnya," kata Sugeng Pratopo.
Sementara itu, pantauan Harian Jogja, beberapa telaga jusru nampak ditanami tanamana karena sudah tidak ada airnya lagi sejak awal masa tanam kacang lalu. Kondisi itu terlihat di beberapa titik telaga di kecamatan Panggang yang kini beralih menjadi lahan pertanian. "Keringnya telaga ini sudah sejak lama awal tahun lalu dan kini beralih ditanami kacang," kata Slamet Rayahu salah satu pengurus karangtaruna warga Panggang kepada HarJO, kemarin.
Pemandangan yang tak kalah beda juga didapatkan di telaga masuk Kecamatan Semanu yang kini dibiarkan telaga kering ini justru menjadi tempat bermain sepek bola karena tidak lagi setets air. Sepeti tahun biasanya, kalau saat telaga asat. Kita gunakan sepak bosa saja mas," ungkap Rahmad salah satu siswa SMP Semanu tak juah dari lokasi telaga Semanu.
Telaga Budegan terletak di Jalan Wonosari- Nglipar tepatnay di dusun Budegan Piyamn kecamatan Wonosari tidak lagi menyimpan air untuk difungsikan warga. Air yangterdapat di telaga Budegan tinggal tinggi mata kaki anak-anak. Ketika ditemui Harian Jogja beberapa waktu lalu, Nining, Bela, Agus siswa SD mengakui sudah lama telaga mengalami kekering an karena tidak turun hujan.
Gunungkidul simpan 55 lokasi kantong air terbesar
Sementara itu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Gunungkidul memastikan Kabupaten Gunungkidul sebenarnya menyimpan sekitar 55 sungai bawah tanah yang potensial untuk mengatasi kekeringan yangmelanda tahunan ini. 55 lokaksi kantong air itu kini sudah dipetakan di beberapa kecamatan secaraterpisah dan merata.
"kami sudah pernah memiliki data titik kantong air dan sungai bawah tanah yang sudah dinyatakan air yang tersimpan layak dikonsumsi," kata Suwanto petugas di bagian sarana dan prasarana Bappeda kepada Harian Jogja, siang kemarin.
Dari 55 lokasi itu, menurut Suwanto, sudah ada lima titik yang sudah berhasil air di sungai bawah tanha sudah bisa diangkat dan bisa beroperasi. Lima titik itu adalah di kecamatan Semanu diantaranya Bribin I di desa Dadap ayu, sistem Seropan di desaq Ngeposari, dan Bribin II yang kini tengah dikebut. Sedang dua lainnya di Baron masuk Kecamatan Tanjungsari dan Ngobaran di Pantai Renean Saptosari.
Menurut Suwanto, sungai dibawah yang tersimpan di Gunungkidul, sedikitnya butuh pengeboran dalam kedalaman sekitar 104 meter kestabilan air diangkat bakal mengentaskan kekeringan yang melanda Gunungkiudl setiap tahun. "Namun lahi-lagi butuh dana besar untuk merealisasikan hal itu. Dan kita terus mencari investor yang siap menggarap," tambah Wanto.

Lha sing do pinter dadi dukun iso nguripke telogo sing kering g????

Salam prihatin... Kalo pola pikir para Bupati dan jajaran tidak segera dirubah maka saya yakin, selamanya Kabupaten kita ini akan semakin tidak tertolong. Seharusnya biaya yang dialokasikan untuk droping air ini bisa digunakan untuk menghijaukan hutan2 gundul yang tersebar di wilayah Gunungkidul, mulai dari Patuk sampai Girisubo. Namun sampai hari ini, budaya droping air masih dianggap solusi memecahkan kekeringan. Sampai kapan.....?

Wonosingo Ngali Kidul wrote:

Lha sing do pinter dadi dukun iso nguripke telogo sing kering g????

wew mosok ono to mas dukun sing iso nguripake tlogo? hehhehehe aku lagi krungu iki

nang gonkuki yo akeh tlogo ono 3 tapi gari siji singsih keno di go,mergane sing loro cepet kering,tapi kui mau cepet keringe mergane di adakan renofasi dadi wis ora alamiah maneh malah do rusak.

tlogo jonge masuk dalam daftar gak?

sebagai putra daerah ,Saya hanya bisa mengapresiasikan sikap turut prihatin ternyata sampai saat ini zaman serba maju 64 tahun Indonesia merdeka ternyata gunungkidul belum merdeka dari kekeringan masih terdengar kabar rakyat gunungkidul mengandalkan telaga untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih, dan solusi selalu droping air sampai kapan kabar ini akan selalu didengar walaupun sudah berulang-ulang ganti kepemimpinan, lagu lama yang sepertinya akan selalu kita dengar terus yang perlu disorot adalah kemana larinya anggaran proyek-proyek pengadaan air bersih selama ini seperti dari proyek Bribin dan Baron percuma saja pemerintah mengeluarkan anggaran besar yang sumbernya dari uang rakyat juga hanya dinikmati segelintir orang, kasihan rakyat jangan sedikit-sedikit mengatasnamakan untuk kepentingan rakyat, rakyat yang mana? mesakke wong ndeso wis urip ngrekoso ora ngerti opo2 gor dinggo objek penderita/alasan proyek.

Cukup prihatin dengan kondisi ini, tp hati2 dengan penghijauan karena reboisasi dengan tanaman kayu yang bukan tanaman rakus air seperti beringin, munggur dll, bukan jati dan teman-temannya. Pembudidayaan konservasi sumber air juga sangat penting seperti pembuaatan rolak2 pada lahan, gully plat, biopori dan sumur resapan. Paradigma tentang kelestarian air juga harus ditumbuhkan oleh masyarakat sendiri. Saran saya mulailah masyarakat terlibat dalam perencanaan gunungkidul mulai dari tingkat dusun,desa,kecamatan hingga Musrenbang tingkat kabupaten supaya bisa ikut menetukan arah pembangunan Gunungkidul. Mari berjuang bersama, teman, supaya tidak hanya kata prihatin saja yang muncul di benak kita.

keseimbangan alam memang musti dijaga...

Telaga tempatku (tlogo Sogo) yg seumur2 bisa menghidupi 10-12 dusun meski kemarau panjang melanda, namun semenjak ditangani secara modern, yang mana tdk pernah memperhatikan keseimbangan alam kini tinggalah cerita belaka..
Ditambah manusia modern yg merasa sungkan, gengsi/malu bahwa sumber air itulah dulunya yg menghidupinya..
Kini tiap kemarau yg tdk panjang sekalipun yg tersisa tinggalah rengkahan2 tanah kering yg dijadikan arena sepak bola anak2 kampung terdekat..
Dan keangkeran yg dulu sempat tercipta dan tersebar cerita kesegala penjuru kini musnah tak berbekas...

sangat disayangkan sudah semestinyalah kita bersahabat dg alam saling menghormati, mencintai sehingga terciptalah sebuah senergi yg saling menguntungkan..
Coba kita lihat di sekeliling kita, betapa suasana puluhan tahun silam kini tak kan lagi dijumpai semisal kokok ayam alas, kicau burung podang, Gelathik, jalak putih, jalak hitam sampai burung gagak pun mungkin hanya bisa dijumpai di sangkar2 burung yg bergelantungan di pendopo rumah orang2 kaya..

Alam kini tak lagi bersahabat karena manusia telah mengkianatinya. Sementara manusia sendiri sudah terlalu sombong dengan segala kemajuan teknologo sehingga berpikiran bahwa mereka sudah tidaklagi memerlukan alam sama sekali. Memang dengan keajuan Teknologi dan duit mereka bisa mendatangkan air dari sumber2 air bawah tanah semisal, baron, ngobaran, Bribin dan lain2, namun tidak pernahkan kita membayangkan bahwa suatu saat air bawah tanah itupun akan habis juga jika kita tidak memperhatikan keseimbangan alam??

Mudah2an tidak ada kata terlambat utuk segera mengkoreksi kesalahan2 yg telah kita perbuat ini..

Amien..
Mari kita jaga alam sekitar kita sebagaimana kita menjaga nyawa kita,yang kini kita pinjam dari anak cucu kita nantinya..

pada gak memperhatikan ANDAL ( analisa dampak lingkungan ) podo grusah grusuh ....